*) Oleh: Dr. Ajang Kusmana
Keberadaan seorang teman sangatlah memengaruhi kepribadian, akhlak, serta agama seseorang. Ketika seseorang bergaul dengan teman yang berakhlak baik, maka niscaya ia akan menjadi sosok yang berakhlak baik.
Sebaliknya, ketika ia bergaul dengan teman yang berakhlak buruk, maka ia pun akan menjadi sosok yang berakhlak buruk pula.
Maka dari itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita agar selektif dalam memilih teman, khususnya teman dekat atau sahabat karib.
Hal itu disebabkan karena agama seseorang sangat ditentukan oleh agama teman dekatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“(Agama) seseorang itu sesuai dengan agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian memperhatikan siapa yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ahmad, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, hasan)
Malik bin Dinar rahimahullah berkata:
بَارِقْ الْأَشُرُ الْإِنِسَانِ وَرَدِ كُلُّ الْتَحُمُ كُنْ مَعَ الْإِنِسَنِوّلَ كُلُّ وَأَرْضَ فَإِنْهِ تَتَرَقْ كُلُّ بَعْدَ كُلُّ مَعَهُ
“Bergaullah dengan orang-orang yang baik, niscaya engkau akan menjadi seorang yang selamat. (Namun) cobalah sehari saja engkau bergaul dengan orang-orang yang buruk, maka niscaya engkau akan menyesal selamanya.”
Adi bin Zaid rahimahullah berkata:
عَنِ الْمَرْءِ لَا تَسْأَلْ وَاسْأَلْ عَنْ قَرِيِنِهُ – – – – – – – فَكُلُّ قَرِيِنْ بِالْمُقَارِنِ يَقْتَدِيْ
إِذَا كُنْتَ فِيْ قَوْمْ فَصَاحِبْ خِيْارَهُمْ – – – – – – وَلَا تَصْحَبْ الْأَرْدَى فَتَرْدَى مَعَ الْرَّدِيْ
“Tidak perlu engkau tanyakan (tentang) siapa seseorang itu, namun tanyakanlah siapa teman dekatnya, karena setiap orang itu meniru (tabiat) teman dekatnya. Jika engkau ada di suatu kaum, maka bertemanlah dengan orang-orang yang baik di antara mereka. Dan janganlah berteman dengan orang-orang yang hina (di antara mereka), niscaya engkau menjadi hina bersamanya.”
Apabila kita banyak bergaul dengan orang-orang baik, tentunya banyak manfaat yang akan kita peroleh. Di antaranya adalah mendapatkan ketenteraman hati, karena teman yang baik akan senantiasa memberikan nasihat dan motivasi tatkala masalah, musibah, kegundahan, dan kesedihan menimpa diri kita.
Mereka juga tidak segan-segan untuk mengingatkan kita ketika kita terjatuh dalam kesalahan.
Mereka juga akan mengajarkan hal-hal yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat kita serta mengajak kita melakukan kebaikan yang mendatangkan rida dan pahala dari Allah Ta’ala.
Seseorang juga bisa diangkat derajatnya lantaran ia bergaul dengan orang-orang yang baik dan saleh.
Lihatlah bagaimana seekor anjing milik para pemuda yang saleh dalam kisah Ashabul Kahfi bisa memperoleh derajat mulia (tidak seperti anjing-anjing pada umumnya).
Allah Ta’ala menyebutnya dalam salah satu ayat suci di dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman:
وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِيْنِ وَذَاتَ الْشِّمَالِ وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعٞيْهِ بِالوَصِيْدِ
“Dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka menjulurkan kedua lengannya di muka pintu gua.” (QS. al-Kahfi: 18)
Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: Berkah yang Allah turunkan kepada para pemuda Ashabul Kahfi pun turut meliputi anjing mereka.
Anjing tersebut juga ikut mengalami apa yang dialami oleh para pemuda saleh tersebut, yaitu ikut tertidur (dalam gua selama bertahun-tahun dalam penjagaan Allah).
Hal ini merupakan keutamaan dari bergaul dengan orang-orang yang baik. Dan anjing ini pun akhirnya senantiasa disebut dan dikenang (di dalam Al-Qur’an).
(al-Mishbah al-Munir fi Tahdzibi Tafsir Ibni Katsir, Ismail bin Umar bin Katsir, Dar as-Salam, Riyadh 1421 H, Cetakan kedua halaman 625).
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu anhu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Permisalan teman yang baik dengan teman yang buruk adalah ibarat penjual minyak kasturi dan pandai besi. Si penjual minyak kasturi bisa jadi akan memberimu minyaknya tersebut atau engkau bisa membeli darinya, dan kalaupun tidak, maka minimal engkau akan tetap mendapatkan aroma harum darinya. Sedangkan si pandai besi, maka bisa jadi (percikan apinya) akan membakar pakaianmu, kalaupun tidak maka engkau akan tetap mendapatkan bau (asap) yang tidak enak.” (HR. al-Bukhari no. 5534, Muslim no. 2628).
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan:
“Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan permisalan seorang teman yang baik dengan penjual minyak kasturi, dan teman yang buruk dengan tukang pandai besi. Dalam hadis ini juga terdapat keutamaan berteman dengan orang-orang shalih, pelaku kebaikan, orang-orang yang memiliki wibawa, akhlak yang mulia, sifat wara, ilmu serta adab. Sekaligus juga terdapat larangan untuk bergaul dengan para pelaku kejelekan dan kesesatan, serta siapa saja yang suka mengghibah (membicarakan kejelekan orang lain tanpa sepengetahuannya), banyak melakukan keburukan, kebatilan, serta sifat-sifat tercela lainnya.” (Syarah Shahih Muslim, Imam an-Nawawi, Dar al-Ma’rifah, Beirut 1429 H, Juz 16 halaman 394). (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News