UM Surabaya

Disadari atau tidak, reuni 212 didorong oleh spirit yang sama sehingga berhasil mendatangkan 8 jutaan manusia berkumpul di satu titik, yakni Monas. Acara berlangusng damai dan mengalir. Tidak ada aksi kerusuhan atau kekacauan sebagaimana dikhawatirkan berbagai pihak. Bahkan pemandangan simpatik dan menggetarkan jiwa justru muncul dalam aksi itu. Aksi simpatik seperti pembagian makanan dan minuman gratis, menjadi pemandangan yang merata di berbagai sudut jalan. Bahkan tindakan menggetarkan jiwa terlihat ketika aksi bagi-bagi makanan gratis itu dilakukan oleh masyarakat biasa, atau kelompok yang hidup pas-pasan.

Dr. Slamet Muliono penulis (kanan) bersama Afifun Nidlom Peserta aksi Reuni 212

Spirit Agama dan Solidaritas Sosial

Penting untuk dicari, spirit apa yang mendorong sekian banyak manusia rela dating ke satu titik dengan biaya mandiri. Jawaban atas pertanyaan itu setidaknya bisa ditampilkan, yakni spirit pembelaan terhadap pembakaran bendera tauhid beberapa waktu yang lalu. Kalau aksi 212 tahun lalu dipicu oleh pernyataan Ahok yang menista Al-Qur’an dengan mengatakan agar umat Islam jangan dibodohi oleh Al-Qur’an Surat Al-Maidah 51. Hal ini membuat umat Islam merasa tersentuh hatinya dan bergerak dan bersatu di Monas menuntut pemerintah memprosesnya di pengadilan.

Reaksi atas pembakaran bendera Tauhid oleh salah satu ormas Islam, bisa menjadi pendorong datangnya massa yang lebih banyak dari tahun sebelumnya. Umat Islam menganggap bahwa pembakar bendera tauhid bukannya sadar dan meminta maaf atas tindakannya, tetapi justru merasa arogan dan merasa benar. Bahkan ada pihak-pihak yang mendukung pembakar bendera itu dengan alasa-alasan yang seadanya.

Umat Islam menyadari betul telah bergulir marginalisasi Islam secara terang-terangan sehingga harus ada gerakan perlawanan. Reuni 212 tidak lain merupakan simbol gerakan perlawanan umat Islam atas berbagai upaya musuh-musuh Islam untuk merusak Islam. Politik adu domba antar umat Islam terus dilakukan sehingga membuat kondisi umat Islam semakin terpuruk. Berkumpulnya umat Islam di Monas itu menunjukkan adanya persatuan umat dan kesadaran kolektif untuk melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak yang menistakan Islam. Dengan kata lain, aksi reuni 212 merupakan respon adanya pembiaran rezim terhadap pihak-pihak yang merendahkan simbol-simbol yang diagungkan umat Islam.

Reuni 212 menunjukkan persatuan umat Islam dan hilangnya sekat-sekat sosial, ekonomi, dan politik, sehingga mampu berkumpul secara fisik di satu tempat. Kalimat “Laa ilaha illallah.” benar-benar menjadi spirit yang menyatukan hati umat Islam. Tulisan itu dikenakan hampir semua peserta aksi, dalam bentuk tulisan, di topi, kopyah, kaos, dan tidak sedikit bendera kecil maupun besar.

Foto Peserta Aksi Reuni 212 (sumber: Google)

Aksi Reuni 212 dan Tenggelamnya Media Mainstream

Aksi reuni 212 berhasil meniarapkan media mainstream. Media mainstream ini seolah tidak tahu adanya aksi ini. Mereka menganggapnya tidak penting sehingga tidak perlu dimuat di halaman utama mereka. Tidak ada satu mediapun yang memberitakan peristiwa bersejarah, kecuali TV One. Tugas jurnalistik benar-benar senyap dalam menyajikan peristiwa atau realitas yang ada di masyarakat. Hanya TV One yang secara jujur menyampaikan adanya peristiwa besar berupa aksi umat Islam di tugu Monas.

Tidak adanya pemberitaan media mainstream ini seolah-olah sedang melakukan aksi boikot dengan tidak memberitakan aksi reuni 212. Media mainstream benar-benar berani dalam menjual reputasinya. Bahkan stigma profesionalitas dan jujur dalam menyajikan berita telah hilang. Betapa tidak, aksi umat Islam yang demikian besar dan meluas dianggap tidak ada, dan mereka justru memuat berita tentang sampah.

Tiarapnya media mainstream menunjukkan demikian kuatnya hegemoni penguasa sehingga peristiwa besar itu seolah-olah tak terjadi. Padahal berbagai pihak mencoba menghalangi dan menghadang aksi itu agar gagal atau sepi. Namun dengan dihalang-halanginya aksi itu, justru membuat umat Islam semakin besar nyalinya untuk berangkat ke Jakarta.

Gerakan umat Islam dalam bentuk reuni 212 ini disadari atau tidak, merupakan bentuk tekanan terhadap rezim atau pihak-pihak yang ingin menyudutkan atau memarginalisasi politik umat Islam. Umat Islam ketika ditekan bukan semakin mundur tetapi justru semakin tinggi perlawanannya. Hal ini tidak lepas dari adanya kesadaran kolektif yang demikian massif, sehingga membuat umat Islam semakin berani menunjukkan eksistensinya.

Baca Juga : Toleransi Hubungan Sosial Umat Beragama

Kesadaran kolektif seperti ini perlu dipelihara, bukan semata-mata untuk menjaga marwah Islam, tetapi juga untuk membentuk kesadaran kolektif bagi masyarakat Indonesia untuk tidak takut menyuarakan kebenaran di tengah tekanan dan ancaman politik. Apa yang dialami oleh media mainstream menjadi pelajaran berharga, dimana mereka telah berkolaborasi dan berkomplot untuk bisu secara kolektif. Mereka sepakat untuk tidak meliput peristiwa besar yang disaksikan umat sedunia. Inilah awal dari pembusukan sejarah yang harus dihindari dari bangsa ini.

Surabaya, 5 Desember 2018

PENTINGNYA MERAWAT SPIRIT AGAMA

Dr. Slamet Muliono

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini