مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ، وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهَ فَهُوَ مَغْبُوْنَ، وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنَ (رواه الحاكم)
“Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, (dan) barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan bahkan, barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka.” (HR Al- Hakim)
BSC adalah kerangka kerja manajemen strategis yang telah digunakan untuk mengukur kinerja organisasi berdasarkan empat perspektif utama yaitu keuangan, pelanggan, proses internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan.
BSC membantu organisasi menjembatani strategi dan operasional dengan menilai keseimbangan antara tujuan jangka panjang dan jangka pendek, serta faktor keuangan dan non-keuangan. BSC dikembangkan pada awal 1990-an oleh Robert Kaplan dan David Norton.
Kaplan adalah seorang Profesor Akuntansi di Harvard Business School sementara Norton adalah konsultan manajemen strategi dari KPMG, salah satu consulting firm terkemuka di dunia.
Konsep BSC pertama kali diperkenalkan dalam artikel mereka yang diterbitkan di Harvard Business Review pada tahun 1992. Perusahaan yang pertama kali merasakan manfaat dari implementasi BSC adalah Analog Devices, sebuah perusahaan semikonduktor yang berbasis di Amerika Serikat.
Kaplan dan Norton menjadikan Analog Devices sebagai laboratorium untuk menguji konsep BSC dan ketika hasilnya memuaskan, kisah keberhasilan implementasi BSC dipublikasikan di majalah bisnis Harvard Business Review yang kemudian diadopsi dan diimplementasikan di perusahaan berskala global seperti Apple, Tesla, United Parcel Services (UPS), Southwest Airlines, Walmart, Infosys, Shell, Exxon Mobil, Well Fargo, Siemens, Philips, Hilton Hotel, Islamic Development Bank (IDB), Islamic Relief Worldwide (IRW) dan Tabung Haji Malaysia.
Di Indonesia, organisasi yang telah mengimplementasikan BSC antara lain Bank Indonesia, KEMENKEU, Kementrian dan Lembaga Negara lainnya, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Dompet Dhuafa serta berbagai Universita Islam Negeri (UIN) di Indonesia.
Kerangka Berpikir BSC
Sebagai sebuah sistem manajemen, BSC membantu penggunanya dalam merumuskan tujuan strategis yang holistic, tidak semata-mata tujuan jangka pendek (keuangan), namun juga tujuan jangka panjang (non-keuangan) yang mencerminkan kepentingan dari seluruh stakeholders (pemegang saham, pelanggan, vendors, karyawan dan masyarakat umum).
Selain itu, BSC juga membantu menjelaskan hubungan sebab-akibat dan kausalitas setiap perspektif secara terintegrasi dalam mendukung pencapaian tujuan strategis organisasi. Hubungan ini menggambarkan bagaimana tindakan pada satu perspektif dapat mempengaruhi kinerja di perspektif lainnya.
Selain itu, hubungan tersebut juga memberikan penekanan bahwa setiap kontribusi sekecil apapun dari perspektif lain akan berdampak pagi pencapaian keseluruhan tujuan strategis organisasi.
Kerangka berpikir BSC juga memandu penggunanya untuk berpikir sistemik dengan menerapkan pendekatan input-proses dan output dalam mengelola kegiatan. Dua perspektif awal adalah output, mencerminkan hasil yang ingin diberikan kepada stakeholders (pemilik saham dan pengguna jasa).
Sementara perspektif yang ditengah mencerminkan proses kerja yang harus dilakukan guna mewujudkan hasil yang ingin dicapai. Sedangkan perspektif terakhir menggambarkan sumberdaya atau modal yang harus dimiliki (biasanya berupa SDM, iklim kerja dan teknologi informasi) agar proses kerja berjalan secara efektif.