Allah (Subhanahu wa Ta’ala) menceritakan perihal manusia, bahwa manusia itu adalah makhluk yang mempunyai kesenangan, jahat, angkuh, dan melampaui batas apabila ia melihat dirinya telah berkecukupan dan banyak hartanya. Kemudian Allah mengancamnya dan memperingatkan kepadanya melalui firman berikutnya:
{إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى}
Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu). (A1-‘Alaq: 8)
Yakni hanya kepada Allah-lah kamu kembali dan berpulang, lalu Dia akan mengadakan perhitungan terhadap hartamu dari manakah kamu hasilkan dan ke manakah kamu belanjakan?
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Ismail As-Sa’ig, telah menceritakan kepada kami Ja’far ibnu Aim, telah menceritakan kepada kami Abu Umais, dari Aun yang telah mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas’ud pernah mengatakan bahwa ada dua orang yang haus dan tidak pernah merasa kenyang, yaitu orang yang berilmu dan orang yang memiliki harta; tetapi keduanya tidak sama. Adapun orang yang berilmu, maka bertambahlah rida Tuhan Yang Maha Pemurah kepadanya. Adapun orang yang berharta, maka dia makin tenggelam di dalam kesesatannya (sikap melampaui batasnya). Kemudian Abdullah ibnu Mas’ud membacakan firman-Nya: Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. (Al-‘Alaq: 6-7) Dan terhadap orang yang berilmu, Abdullah ibnu Mas’ud membacakan firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala).: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. (Fathir: 28)
Hal yang semakna telah diriwayatkan pula secara marfu’ sampai kepada Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam)., yaitu:
«مَنْهُومَانِ لَا يَشْبَعَانِ طَالِبُ عِلْمٍ وَطَالِبُ دُنْيَا»
Ada dua macam orang yang rakus selalu tidak merasa kenyang, yaitu penuntut ilmu dan pemburu duniawi.
Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya:
{أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَى عَبْدًا إِذَا صَلَّى}
Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika dia mengerjakan salat. (Al-‘Alaq: 9-10)
Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sikap Abu Jahal laknatullah. Dia mengancam Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) bila melakukan salat di Baitullah. Maka Allah (Subhanahu wa Ta’ala) pada mulanya menasihati Abu Jahal dengan cara yang terbaik, untuk itu Allah (Subhanahu wa Ta’ala) berfirman:
{أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَى}
Bagaimana pendapatmu jika orang yang dilarang itu berada di atas kebenaran. (Al-‘Alaq: 11)
Yakni bagaimanakah menurut pendapatmu jika orang yang kamu larang ini berada di jalan yang Iurus dalam sepak terjangnya.
{أَمَرَ بِالتَّقْوَى}
Atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? (Al-‘Alaq: 12)
melalui ucapannya, sedangkan engkau menghardiknya dan mengancamnya bila ia mengerjakan salatnya. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
{أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى}
Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? (Al-‘Alaq: 14)
Artinya, tidakkah orang yang melarang orang yang mendapat petunjuk itu mengetahui bahwa Allah melihatnya dan mendengar pembicaraannya, dan kelak Dia akan membalas perbuatannya itu dengan balasan yang setimpal. Selanjutnya Allah (Subhanahu wa Ta’ala) memperingatkan dan mengancam dengan ancaman yang keras:
{كَلا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ}
Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti. (Al-‘Alaq: 15)
Yaitu tidak lagi menghentikan perbuatannya yang selalu bermusuhan dan ingkar.
{لَنَسْفَعَنْ بِالنَّاصِيَةِ}
niscaya Kami tarik ubun-ubunnya. (Al-‘Alaq: 15)
Yakni niscaya Kami benar-benar akan memberinya tanda hitam kelak di hari kiamat. Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
{نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ}
(yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. (Al-‘Alaq: 16)
Maksudnya, ubun-ubun Abu Jahal yang pendusta dalam ucapannya lagi durhaka dalam perbuatannya.
{فَلْيَدْعُ نَادِيَهُ}
Maka biarlah dia memanggil golongannya. (Al-‘Alaq: 17)
Yakni kaumnya dan kerabatnya, biarlah dia memanggil mereka untuk menolongnya.
{سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ}
kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah. (Al-‘Alaq: 18)
Mereka adalah malaikat juru siksa; sehingga dia mengetahui siapakah yang menang, apakah golongan Kami ataukah golongan dia?
قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، عَنْ مَعْمَر، عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ الجَزَري، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: قَالَ أَبُو جَهْلٍ: لَئِنْ رَأَيْتُ مُحَمَّدًا يُصَلِّي عِنْدَ الْكَعْبَةِ لَأَطَأَنَّ عَلَى عُنُقه. فبَلغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: “لَئِنْ فَعَلَهُ لَأَخَذَتْهُ الْمَلَائِكَةُ”
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Abdul Karim Al-Jazari, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Abu Jahal berkata, “Sesungguhnya jika aku melihat Muhammad sedang salat di dekat Ka’bah, aku benar-benar akan menginjak lehernya.” Maka ancaman itu sampai kepada Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam)., lalu beliau (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda: Sesungguhnya jika dia melakukan niatnya, benar-benar malaikat akan mengambilnya (menghukumnya).