UM Surabaya

Komitmen Aisyiyah Untuk Mewujudkan Indonesia Berkeadilan

Aisyiyah dari sejak berdiri hingga sekarang tetap berkomitmen untuk terus menebar manfaat bagi seluruh masyarakat , umat, bangsa dan negara di seluruh aspek kehidupan. Kini Aisyiyah terus melakukan penguatan dan memperluas dakwah gerakan di semua tingkatan dan lapisan sehingga menjadikan Aisyiyah semakin kuat, unggul dan berkemajuan. Kekuatan Aisyiyah sebagai organisasi perempuan muslim berkemajuan harus kita gerakkan secara lebih optimal sehingga dapat berkontribusi dalam memecahkan berbagai permasalahan kemanusian semesta maupun kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk diantaranya usaha mewujudkan keadilan bagi semua.

Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 pasca Amandemen Ketiga menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara dengan pemerintahan yang berdasar kepada hukum (rule of law). Lebih lanjut, dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Ketentuan tersebut sejalan dengan agenda global yang tertuang di dalam Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya dalam Goal 16: mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif demi pembangunan berkelanjutan dengan menyediakan akses keadilan bagi semua dan membangun lembaga yang efektif, akuntabel, dan inklusif di seluruh tingkatan.

Lebih jauh, Goal 16.3 SDGs menyampaikan tujuan spesifik mempromosikan supremasi hukum di tingkat nasional dan internasional dan menjamin akses keadilan yang setara bagi semua. Berdasarkan data Indeks terhadap akses keadilan 2021, menyebutkan bahwa beberapa permasalahan hukum yang paling banyak dialami oleh masyarakat adalah masalah kriminalitas 54.4%, masalah terkait keluarga dan anak 31.6%, permasalahan jaminan/bantuan sosial 27.5%, permasalahan terkait perniagaan dan tanah 24.3%, masalah terkait dengan kewarganegaraan dan administrasi 21.4%. Disamping itu masalah pendidikan menempati 18,2%, kesehatan 17,9%, kekerasan berbasis gender 16,1% dan
pelayanan publik 16,1%.

Ketidakadilan perempuan dalam dunia pendidikan Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2022 Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata lama sekolah penduduk perempuan 15 tahun ke atas lebih rendah dibanding laki-laki. Yakni 8,87 tahun berbanding 9,28 tahun. Data tersebut menunjukkan perempuan masih menghadapi tantangan seperti pernikahan dini, penghapusan sekolah, dan stereotip gender yang menghambat mereka untuk meraih pendidikan yang setara dengan laki-laki.

Di samping itu masih dalam sektor pendidikan adalah ketimpangan pendidikan di wilayah perkotaan dan perdesaan yang masih tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2023 menunjukkan bahwa ketimpangan pendidikan antara wilayah perkotaan dan perdesaan masih cukup tinggi. Berdasarkan data tentang tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk usia 15 tahun ke atas di desa dan kota, masih terdapat 5,11% penduduk desa yang tidak/belum pernah sekolah dan sebanyak 12,39% tidak menamatkan pendidikan SD.

Sementara itu, angka penduduk yang tidak/belum pernah sekolah di wilayah perkotaan hanya 1,93% dan penduduk yang tidak tamat SD adalah 6,62%. Pada perkotaan, terdapat 49,16% penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan SMA/sederajat. Akan tetapi, penduduk desa yang menamatkan jenjang pendidikan SMA/sederajat hanya sebesar 27,98%.

Indonesia Judicial Research Society (IJRS) tahun 2023 mengungkapkan 32,5 persen kelompok rentan masih mengalami perlakuan berbeda, dan 40,4 persen merasa proses hukum cenderung tidak adil. Salah satu bentuk ketidakadilan yang sering menimpa kelompok rentan adalah kekerasan seksual.

Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2024 menyebutkan bahwa kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun menurun dari 9,4 persen pada 2016 menjadi 6,6 persen di 2024. Sedangkan prevalensi kekerasan terhadap anak-anak yaitu anak laki-laki, prevalensi turun dari 61,7 persen pada 2018 menjadi 49,83 persen, dan untuk anak perempuan dari 62 persen menjadi 51,78 persen. SPHPN tahun 2024 menunjukkan 1 dari 4 perempuan usia 15 – 64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangan dan/atau selain pasangan selama hidupnya.

Hasil SPHPN juga menunjukkan bahwa pada tahun 2024 prevalensi kekerasan berbasis gender online (KBGO) menurun dan umunnya terjadi pada perempuan usia 15 – 24 tahun. Terjadi pula penurunan praktik sunat perempuan usia 15 – 49 tahun jika dibandingkan dengan tahun 2021. Penurunan juga terjadi pada prevalensi angka KDRT yaitu sebesar 2,5 persen.

Angka prevalensi kekerasan terhadap anak pada SNPHAR 2024 lebih rendah dari pada tahun 2018, akan tetapi lebih tinggi dibandingkan angka prevalensi tahun 2021, baik pada kekerasan sepanjang hidup maupun dalam 12 bulan terakhir. Artinya ada penurunan terhadap kualitas hidup perempuan dan anak di Indonesia, hanya saja dibandingnya negara lain kondisi perempuan dan anak di Indonesia masih tertinggal kualitas hidupnya daripada negara lain.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini