Pemerintah Indonesia berencana untuk memberlakukan aturan baru terkait pembatasan penggunaan media sosial bagi anak-anak.
Langkah ini sejatinya sudah diterapkan di beberapa negara untuk melindungi generasi muda dari dampak negatif media sosial.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, mengungkapkan rencana tersebut setelah melakukan diskusi dengan Presiden Prabowo Subianto terkait strategi pemerintah untuk melindungi anak-anak di dunia digital.
Pakar Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Holy Ichda Wahyuni, menyambut baik rencana pembatasan usia tersebut.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini dapat menjadi respons yang tepat terhadap meningkatnya kekhawatiran terkait dampak negatif media sosial terhadap anak-anak, seperti gangguan kesehatan mental, cyberbullying, kekerasan seksual di dunia maya, serta paparan konten yang tidak sesuai dengan usia.
“Pasalnya kebijakan ini bisa sebagai respons terhadap meningkatnya kekhawatiran akan dampak negatif media sosial terhadap anak-anak, seperti gangguan kesehatan mental, cyberbullying, sexual abuse di ruang cyber, dan paparan konten lainnya yang tidak sesuai usia,” ujar Holy, pada Rabu (15/1/2025).
Namun, Holy menekankan bahwa pembatasan usia ini sebaiknya dilengkapi dengan kebijakan pendukung lainnya, agar literasi digital pada anak-anak tetap terjaga.
“Kebijakan pembatasan usia tersebut sebaiknya dibarengi dengan gebrakan atau inovasi dari stakeholder untuk menyediakan tayangan yang ramah anak sebagai alternatif,” tambahnya.
Menurut Holy, selain menyediakan hiburan yang mendidik, tayangan yang disediakan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak.
Ia juga menegaskan pentingnya menghadirkan ruang edukasi untuk orang tua, melalui pendekatan yang sesuai dengan karakteristik mereka.
“Edukasi-edukasi ini sangat penting, seperti manajemen pengaturan perangkat digital, dan membangun kesadaran tentang dampak jangka pendek serta jangka panjang jika anak menggunakan media sosial tanpa pengaturan yang bijak,” jelas Holy.
Selain itu, Holy juga mengusulkan agar platform media sosial diwajibkan menerapkan sistem verifikasi usia yang andal, namun tetap menjaga privasi pengguna. Hal ini untuk mencegah anak-anak yang memalsukan usia mereka demi membuat akun media sosial.
Holy mengingatkan bahwa literasi digital juga perlu dioptimalkan di sekolah-sekolah, melalui iklan layanan masyarakat, serta media lain yang dapat dijangkau oleh anak-anak.
“Sebab, aturan dan larangan yang membatasi jika tidak dilandasi dengan edukasi akan kesadaran dan pemahaman justru akan membuat anak-anak semakin ingin tahu dan berpotensi menempuh cara-cara ilegal yang bisa menciptakan masalah baru,” pungkasnya. (uswah sahal)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News