Kekhasan Manhaj Tarjih terletak pada wawasan agama fungsional. Agama fungsional mengacu pada pandangan yang menekankan pentingnya peran agama dalam memenuhi fungsi-fungsi praktis dalam kehidupan manusia.
Hal itu ditegaskan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas mengatakan bahwa dalam Sekolah Tarjih di Madina Inn Hotel, Sabtu (5/8/2023).
Menurut dia, konsep agama fungsional menekankan bahwa agama seharusnya tidak hanya menjadi urusan spiritual atau ritual semata, tetapi juga harus memberikan pedoman bagi masyarakat dalam mengatasi tantangan kehidupan sehari-hari.
“Agama fungsional ini dioperasikan oleh Muhammadiyah sehingga membuat aneka amal usaha yang memberikan fasilitas kehidupan seperti sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan lain-lain,” kata Hamim.
Hamim lalu menjelaskan, ajaran Islam diperoleh dari Alquran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dan sunah Rasul, adalah sumber utama bagi kehidupan manusia.
Dalam pandangan Muhammadiyah, ajaran tersebut bukanlah sekadar norma keagamaan, tetapi panduan konkret yang mengarahkan manusia menuju kesejahteraan material dan spiritual, baik dalam dunia maupun akhirat.
Paradigma sumber ini menggarisbawahi pentingnya mengamalkan ajaran agama dalam keseharian dengan berpegang pada Alquran dan sunah.
Hamim menegaskan, Islam adalah agama yang diwariskan oleh Allah melalui para rasul-Nya, dimulai dari nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW sebagai penutup.
Pandangan ini mengakui peran dan petunjuk ilahi yang terus menerus mengalir ke dalam perjalanan sejarah manusia, membawa rahmat dan petunjuk.
Muhammadiyah mengartikulasikan bahwa ajaran Islam tidak hanya relevan dalam dimensi spiritual, tetapi juga memiliki implikasi dalam kehidupan dunia, termasuk urusan-urusan yang diatur oleh manusia.
Dalam paradigma ini, Muhammadiyah mendorong umatnya untuk mengintegrasikan ajaran agama ke dalam segala aspek kehidupan.
Melalui paradigma-paradigma yang digariskan, Muhammadiyah mengembangkan wawasan yang lebih mendalam mengenai bagaimana ajaran Islam dapat diimplementasikan dalam keseharian.
Hamim menambahkan, Muhammadiyah merujuk pada Alquran dan sunah dalam mengambil keputusan dan mengarahkan tindakan.
Dalam hal ini, rasionalitas dan akal pikiran memiliki peran penting untuk memahami dan menerapkan ajaran dengan baik.
Muhammadiyah juga mengakui kesatuan ajaran Islam yang tak terpisahkan, mencakup akidah, akhlak, ibadah, dan muamalah duniawiyah.
“Ini menunjukkan pemahaman yang holistik tentang agama, di mana kepercayaan, etika, ibadah, dan interaksi sosial memiliki keterkaitan yang erat,” ujar Hamim.
Paradigma ini mendorong Muhammadiyah untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, mempraktikkan ajaran agama dalam interaksi sehari-hari, dan berkontribusi aktif dalam pembangunan masyarakat.
Dalam keseluruhan paradigma Muhammadiyah, ada penekanan kuat pada integrasi antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan. Pandangan ini tercermin dalam Manhaj Tarjih, metodologi pemikiran keagamaan Muhammadiyah.
Dengan menggabungkan pemahaman agama yang kuat dengan akal pikiran dan pengetahuan, Muhammadiyah berusaha untuk merumuskan pandangan dan solusi yang relevan terhadap tantangan zaman.
“Manhaj Tarjih dalam pengertian metodologi pemikiran Muhammadiyah harus berdasarkan paradigma keagamaan dan prinsip beragama di atas, baik pemikiran untuk merumuskan doktrin, ajaran dan pandangan maupun untuk pengembangan wacana, dengan pola pokok integrasi agama dan ilmu pengetahuan,” terang Hamim.
Keseluruhan narasi ini mengungkapkan bagaimana Muhammadiyah sebagai gerakan agama mengambil inspirasi dari prinsip-prinsipnya untuk membentuk paradigma yang memadukan ajaran agama dengan realitas kehidupan manusia.
Dengan demikian, Muhammadiyah menjadikan ajaran Islam sebagai panduan utama dalam meraih kesejahteraan dunia dan akhirat, sambil tetap menghargai peran akal pikiran dan ilmu pengetahuan dalam menginterpretasikan serta mengamalkan ajaran tersebut. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News