Kader Muhammadiyah masih minum untuk berani tampil dengan identitas atributif. Hal ini disebabkan kuatnya kultur organisasi untuk menjaga marwah Persyarikatan.
Hal itu ditegaskan Antropolog Kebudayaan asal Kangwon National University, Korea Selatan Prof Hyun-Jun Kim dalam forum diskusi MPKSDI Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim bertajuk “Citra Muhammadiyah di Dunia Maya: Amatan dari Korea”, Senin (7/8/2023).
Di samping kekurangan di atas, Hyung-Jun melihat banyak potensi yang tetap terjaga di Muhammadiyah. Misalnya eksistensi generasi muda yang rela menghidupi Persyarikatan di tingkat pimpinannya masing-masing.
Selain itu Muhammadiyah juga memiliki massa yang besar dan Amal Usaha yang banyak sehingga variasi kegiatannya terus menerus ada. Modal sosial ini, kata dia harus dikapitalisasi untuk membesarkan popularitas Muhammadiyah di dunia maya.
“Jadi di dalam Muhammadiyah aktivisnya susah melontarkan opini dan gerakan atas nama Muhammadiyah karena (citra) organisasinya terlalu kuat sehingga individu aktivis biasanya tidak begitu berani untuk melakukan sesuatu atas nama Muhammadiyah tanpa izin atau perintah struktural,” beber dia.
Padahal, kebebasan berkreasi menurutnya adalah hal kunci menggaet popularitas di dunia maya.
Kultur Muhammadiyah yang akademik dan serius juga dianggap sebagai hambatan untuk iklim dunia maya yang mengedepankan kejenakaan.
Kata Hyung-Jun, urgensi Muhammadiyah untuk beradaptasi di dunia maya sangat penting dilakukan.
Mengingat rerata penggunaan internet masyarakat Indonesia berjumlah minimal delapan jam sehari, melebihi rerata masyarakat dunia sebanyak enam jam sehari.
Kata dia, sesadaran itu penting dan Muhammadiyah secara struktur harus mendukung individu-individu yang mau bergerak di dunia SNS (Social Networking Service) tapi jangan sampai campur tangan atau terjun secara langsung di dunia maya.
“Sebab kalau itu terjadi, agak susah berhasil. Jadi harus memberi kebebasan, memberi kreativitas dan menerima apa yang aktivis tersebut lakukan di dunia maya,” saran dia.
Hyun-Jun menilai citra Muhammadiyah di dunia maya relatif kurang kuat dibanding dengan gerakan riilnya yang telah dilakukan di masyarakat.
Menurut dia, orang Muhammadiyah harus menyadari bahwa dunia maya itu sungguh-sungguh penting untuk digunakan berdakwah. Dan kadang dia memikirkan waktu berdirinya Muhammadiyah, saat itu ada arus modern dan Muhammadiyah bisa berkembang karena menyesuaikan diri dengan arus modern itu seperti mendirikan sekolah.
“Tapi kalau seratus tahun lalu bisa mendirikan sekolah yang orang biasa tidak memikirkan dan Muhammadiyah bisa menjadi pioner, maka sekarang (seharusnya) masanya sama dengan dahulu,” kata dia.
Rendahnya jangkauan tersebut, menurutnya terjadi karena kurangnya pesohor Muhammadiyah di dunia maya. Jika memiliki kader yang menjadi pesohor, umumnya mereka tampil sebagai individu yang tidak membawa identitas organisasi. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News