Sebagai bagian dari unsur masyarakat madani, organisasi masyarakat keagamaan dianggap memiliki tugas memperkuat demokrasi, pemberdayaan masyarakat, dan pendidikan politik.
Oleh karena itu, organisasi masyarakat keagamaan tidak boleh terlibat dalam politik praktis, apalagi bersekongkol dengan kekuatan oligarki ekonomi dan kekuasaan.
Hal itu ditegaskan Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Izzul Muslimin dalam Webinar Kebangsaan DPP LDII bertema “Revitalisasi Demokrasi Indonesia Pasca Pemilu 2024”, Rabu (23/8/2023).
“Ormas harusnya mendidik masyarakat dalam proses Pemilu. Misalnya ormas harus bisa menjelaskan kepada masyarakat untuk tidak ‘dibeli’ oleh politik instan, akan tetapi juga memikirkan dampak jangka panjang yang mungkin terjadi,” ujar dia.
Izzul menyebut jika Indonesia sebagai negara bangsa telah mengalami sekian fase perjuangan yang berat.
Oleh karena itu, ormas harus menjadi kekuatan kritis yang menopang eksistensi negara agar semakin sehat dan maju.
“Kemerdekaan yang kita raih dengan penuh darah itu jangan kemudian di 2030 sudah tidak ada. Ormas supaya menjaga kemandiriannya. Kalau ini bisa dilakukan insya Allah nasib bangsa kita mudah-mudahan bisa langgeng,” kata dia.
Penekanan Izzul terhadap bahaya laten pragmatisme politik dan oligarki kekuasaan dan ekonomi, dikarenakan kedua hal itu mengancam eksistensi negara bangsa modern untuk unggul dan berkembang.
Karenanya, kekuatan masyarakat madani harus tetap menjalankan fungsi idealnya terhadap negara dan pemerintahan.
“Oligarki terbentuk berkat kebijakan negara yang tidak bersifat adil dan menguntungkan banyak pihak. Awalnya konglomerasi itu diharapkan dapat membantu pertumbuhan ekonomi nasional. Namun pada akhirnya justru memunculkan kesenjangan ekonomi yang semakin meningkat,” ujarnya.
Izzul menegaskan, oligarki saat ini masuk ke partai-partai politik. Bahkan sudah terlihat mulai dari proses rekrutmen kader politik.
“Pemegang modal paling kuat menjadi penentu arah kebijakan dan regulasi. Proses pembuatan kebijakan juga sangat terasa adanya campur tangan oligarki,” ungkapnya.
Kesadaran kebangsaan ini, lebih-lebih ditekankan oleh Muhammadiyah lewat konsep Darul Ahdi wa Syahadah mengingat posisi Muhammadiyah sebagai salah satu kekuatan umat yang ikut membidani lahirnya NKRI.
Izzul berharap, kesadaran seperti ini juga terus dijaga oleh kekuatan organisasi keagamaan lainnya di Indonesia agar Indonesia semakin berjaya di kancah dunia.
“Kita perlu memiliki kesadaran bahwa bangsa ini pasti ada matinya, maka kita perlu menyadari lebih awal dan memunculkan kepedulian, agar selalu eksis dan bisa mempertahankan hidup sebagai bangsa dan negara,” tegas pencipta Mars Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) ini. (*/tim)