Ini Rekomendasi Rakernas Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah
UM Surabaya

Majelis Tabligh PP Muhammadiyah telah menyelesaikan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I yang diselenggarakan di Syariah Hotel, Solo, Jumat-Ahad (22-24/2023).

Banyak hal dibahas dan berhasil diformulasikan. Salah satunya terkait kompleksitas tantangan dakwah di era sekarang bukan hanya datang dari eksternal, tetapi juga datang dari dalam tubuh umat Islam itu sendiri.

Agama yang menurut Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Fathurrahman Kamal berprinsip memudahkan, menghilangkan kesulitan manusia universal di era perubahan sekarang malah yang terjadi justru sebaliknya.

Agama seakan menjadi sebuah entitas yang memperumit kehidupan, praktik-praktik agama yang rigid menjadikan generasi milenial dan setelahnya menjadi enggan, bahkan mereka seperti antipati terhadap agama.

Selain tantangan tersebut, mubalig juga seakan-akan saling diperhadapkan. Tidak perlu menyebut nama, Fathurrahman mengatakan bahwa terdapat oknum mubalig yang dengan mudah mengkafirkan, merendahkan, bahkan menyesatkan yang lain yang notabene adalah sesama umat Islam

“Inilah yang kemudian melahirkan suatu arus agnostik yang luar biasa, atau setidaknya mereka apatis terhadap kebenaran yang pakem, yang diakui masyarakat dan umat kita,” ungkap Fathurrahman.

Kenyataan tersebut membuat manusia menjalankan peran kehidupan seakan-akan tanpa pedoman, menjadikan kehilangan kemampuan untuk meletakkan kehormatan diri yang manusiawi (human dignity).

Faktor-faktor itu yang menjadi alasan Majelis Tabligh dalam merumuskan bangunan paradigma dakwah yang mengarusutamakan kemuliaan manusia secara inklusif, bahwa setiap manusia dengan berbagai latar belakangnya adalah makhluk mulia.

Kehormatan Manusia

“Dari sinilah kita sepakat untuk mengangkat satu tagline Majelis tabligh ke depan tentang Tabligh for Human Dignity, atau disebut dalam Bahasa Arab Ath Tabligh li Karomatil Insan,” imbuhnya.

Fathur memandang, perumusan paradigma dakwah tersebut menjadi langkah konkret, sebab dakwah dalam pandangan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah tidak sebatas berpangku pada ayat-ayat amar ma’ruf nahi munkar, bahkan tereduksi menjadi nahi munkar saja.

Sebagai landasan teologis untuk berdakwah menurutnya di Alquran sangat banyak, salah satunya adalah Surat An-Nahl ayat 125.

Dalam ayat tersebut menjelaskan dengan gamblang strategi dan prioritas dalam menghadapi realitas dakwah.

Menjelaskan strategi dakwah dari An Nahl 125, Fathur menyebut bahwa mubalig tidak cukup hanya dengan keilmuan, tetapi harus juga memiliki ketajaman mata hati, berjiwa suci, komitmen terhadap kebenaran, tidak menuhankan hawa nafsu, menimbulkan perpecahan dan seterusnya.

“Dalam konteks inilah kemudian kita tidak ingin tablig yang kita kembangkan di Majelis Tabligh ini sebagai industri kata-kata baik. Ini harus kita hindari, jangan sampai kita terjebak pada industri al kalimah at thoyyibah, kita sibuk mereproduksi kata-kata baik, pesan-pesan kebijaksanaan, tetapi kemudian kita tidak bisa menjadi etalase dan prototipe yang nyata dari kebaikan yang kita ucapkan,” tegasnya.

Supaya tidak menjadi industri kata-kata baik semata, Majelis Tabligh PP Muhammadiyah pada periode 2022-2027 mencanangkan enam bidang yang sebelumnya tidak ada.

Keenam bidang tersebut meliputi; bidang tabligh global dan kerja sama, riset inovasi dan publikasi tabligh, pemberdayaan korps mubaligh kemasjidan, pendidikan kaderisasi mubaligh, pembinaan remaja dan jemaah, sistem informasi dakwah dan digitalisasi tabligh.

Fathur menambahkan, bahwa gerakan dakwah yang dilakukan oleh Majelis Tabligh PP Muhammadiyah tidak terlepas dari putusan Muktamar 48 Muhammadiyah di Surakarta 2022, seperti mendesiminasi Risalah Islam Berkemajuan, tanggap terhadap isu keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal. (*/tim)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini