menolak ajakan bertauhid
UM Surabaya

PARA nabi dan rasul memiliki misi tunggal ketika diutus berdakwah kepada kaumnya, yakni ajakan mentauhidkan Allah. Alih-alih menerima respons menggembirakan, tetapi justru melawan dan berupaya melenyapkan pembawa risalah itu. Utusan Allah pun menerima perlawanan itu dengan perasaan sedih dan sabar.

Sedih karena jelas tempat akhir merek di neraka. Sabar karena menyadari bahwa tugasnya hanya menyampaikan risalah itu. Allah pun merespons perlawanan itu dengan mengirimkan tentara-tentara yang menghukum mereka.

Menolak Ajakan Bertauhid?

Ada di antara mereka yang menyadari hingga Kembali ke jalan yang benar, namun kebanyakan mereka keras hati dan sombong hingga Allah menghukumnya dengan melenyapkan mereka tanpa bekas.

Ajakan bertauhid

Allah mengirimkan utusan-Nya untuk mengingatkan kepada kaumnya untuk mengingatkan adanya penyimpangan dalam menjalani kehidupan. Para rasul diutus khusus untuk mengembalikan jalan yang harus dilalui manusia dari jalan-jalan yang menjauhkan dirinya dari fitrah yang lurus.

Penyimpangan dari jalan yang lurus hingga tidak lagi menghiraukan pantangan, sehingga menabrak tatanan yang terlarang. Utusan Allah itu ingin mengembalikan kaumnya ke jalan yang benar, dengan mengajak untuk takut kepada Allah, hal itu ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya  :

وَاِ لٰى عَا دٍ اَخَاهُمْ هُوْدًا ۗ قَا لَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَـكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗ اِنْ اَنْتُمْ اِلَّا مُفْتَرُوْنَ

“Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah mengada-ada.” (QS. Hud :  50)

Nabi Hud mengingatkan kaum ‘Ad agar menghentikan perbuatan dosanya dengan mengingatkan dan takut kepada Tuhan yang menciptakannya. Dengan mengingat dan takut kepada Allah diharapkan bisa menghentikan kemaksiatan yang dilakukan secara berjamaah.

Nabi Hud pun mengingatkan bahwa apa yang dilakukannya, tidak menginginkan apa-apa kecuali untuk meluruskan jalan. Dia pun menegaskan bahwa teguran yang disampaikan hanyalah menjalankan tugas suci tanpa ingin dapat balasan atau ganjaran. Hal ini sebagaimana firman-Nya :

يٰقَوْمِ لَاۤ اَسْــئَلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًا ۗ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلَى الَّذِيْ فَطَرَنِيْ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ

“Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (seruanku) ini. Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kamu mengerti?” (QS. Hud :  51)

Berakhir Kehinaan

Kejahatan terbesar yang dilakukan kaumnya, tidak lain dengan mengagungkan sesuatu yang rendah dan tak berharga. Dikatakan rendah dan tak berharga karena tidak bisa mendatangkan kebaikan. Kalaupun kebaikan bersifat semu dan berdasarkan prasangka saja.

Mereka tekun mengkultuskan benda yang statusnya lebih rendah dari dirinya. Alih-alih berterima kasih dan menunjukkan sikap hormat, tetapi justru bersumpah tidak akan mengikuti nasihatnya. Allah menarasikan sikap buruk mereka sebagaimana firman-Nya :

قَا لُوْا يٰهُوْدُ مَا جِئْتَـنَا بِبَيِّنَةٍ وَّمَا نَحْنُ بِتٰـرِكِيْۤ اٰلِهَـتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَـكَ بِمُؤْمِنِيْنَ

“Mereka (kaum ‘Ad) berkata, “Wahai Hud! Engkau tidak mendatangkan suatu bukti yang nyata kepada kami, dan kami tidak akan meninggalkan sesembahan kami karena perkataanmu dan kami tidak akan mempercayaimu,” (QS. Hud :  53)

Penolakan secara massif itu diiringi dengan sikap angkuh dan meremehkan, dengan mengatakan akan tetap bertahan untuk menuhankan berhala mereka. Mereka pun menegaskan bahwa dirinya tidak akan mempercayai apa yang disampaikan rasul.

Baca juga: Menegakkan Tauhid: Syariat Tunggal Para Rasul

Penolakan massif dan sulit untuk menerima kebenaran, menandakan siap menerima kehinaan berupa azab yang menghancurkan mereka. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :

وَ لَمَّا جَآءَ اَمْرُنَا نَجَّيْنَا هُوْدًا وَّا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ بِرَحْمَةٍ مِّنَّا ۚ وَ نَجَّيْنٰهُمْ مِّنْ عَذَا بٍ غَلِيْظٍ

“Dan ketika azab Kami datang, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat Kami. Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang berat.” (QS. Hud :  58)

Penulis: Dr. SLAMET MULIONO REDJOSARI, Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya

 

Simak juga Video2 Majelis Tabligh PW Muhammadiyah Jawa Timur www.youtube.com/@majelistablightv

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini