Diskusi seputar perbedaan matlak, atau yang dikenal sebagai ikhtilaf al-mathali’, telah menjadi topik yang penting dalam pengaturan waktu dalam Islam. Konsep ini seringkali merujuk pada hadis tentang Kurayb, yang merincikan pengamatan penampakan bulan baru di berbagai tempat. Hadis tersebut berbunyi:
“Umm al-Fadl mengutus Kurayb ke Syam kepada Mu’awiyah untuk mengurus sesuatu. Dia (Kurayb), berkata, “Saya berada di Suriah ketika bulan Ramadan ditetapkan. Saya melihat Bulan baru pada Jumat malam. Saya kembali ke Madinah pada akhir bulan. Saat membahas Bulan Baru, Ibnu Abbas bertanya kepada saya “Kapan kamu melihat Bulan Baru?” Saya menjawab, “Pada hari Jumat malam.” Dia bertanya apakah saya melihat Bulan sendirian dan saya menjawab ya. Saya juga mengatakan kepadanya bahwa Mua’wiyah bersama banyak orang melihatnya dan membenarkan bulan tersebut. Ibnu Abbas mengatakan bahwa kami melihatnya pada Sabtu malam. Saya bertanya apakah penampakan Mu’awiyah kurang memadai (bagi Ibnu Abbas dan masyarakat Madinah)? Ibnu Abbas menjawab dengan tidak setuju dan berkata, “Inilah yang diperintahkan Rasulullah kepada kita.”
Dalam acara Seminar dan Sosialisasi Kalender Hijriah Global Terpadu yang diselenggarakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara pada Sabtu (14/10), Sekretaris Umum Majelis Tarjih dan Tajdid Muhamad Rofiq Muzakkir menggarisbawahi hadis di atas.
Menurutnya, meskipun pandangan ini dipegang oleh sebagian kalangan, terdapat tiga alasan kuat mengapa konsep ikhtilaf al-mathali’ ini perlu dikritisi.
Pertama, argumen ini didasarkan pada konteks zaman yang berbeda. Pada masa dahulu, sebelum adanya perkembangan alat komunikasi modern, berita tentang penampakan hilal di suatu negara di Barat mungkin tidak dapat sampai ke negara lain yang berada di wilayah timur sebelum fajar tiba. Namun, dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi dan komunikasi modern, penyebaran berita dapat dilakukan dengan cepat dan efisien.
Kedua, pendapat ini membawa isu perpecahan dalam umat Islam. Perbedaan pendekatan terhadap matlak dapat memperdalam perpecahan dan perbedaan pandangan mengenai puasa dan hari raya. Ini adalah konsekuensi negatif yang perlu diperhatikan dalam perdebatan ini. Kesejahteraan dan persatuan umat harus menjadi prioritas di antara nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam Islam.
Ketiga, pendapat ini tidak berorientasi melahirkan sistem waktu alternatif dari peradaban Islam. Jika pandangan ini tidak memberikan alternatif yang lebih baik atau efisien, maka perlu dipertimbangkan kembali guna memastikan bahwa waktu ibadah yang sakral ini dapat diatur secara kohesif dalam masyarakat Islam.
Karenanya, seiring dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, mungkin saatnya untuk memikirkan pendekatan yang lebih terpadu dan bersatu dalam menentukan waktu ibadah. Penerapan Kalender Islam Global menjadi satu-satunya solusi dalam menyudahi perpecahan akibat perbedaan dalam menentukan awal bulan hijriyah. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News