*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
Janganlah Anda memperhatikan amalan orang yang sezaman denganmu, yaitu orang berada di bawahmu dalam hal berbuat kebaikan. Perhatikan dan jadikanlah para nabi dan orang saleh terdahulu sebagai panutan Anda.
Allah Ta’ala berfirman:
“Mereka itulah orang orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Alquran). Alquran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat.” (QS. Al An’am: 90)
Bacalah biografi para ulama, ahli ibadah, dan zuhhad (orang yang zuhud), karena hal itu lebih mampu untuk menambah keimanan di dalam hati.
Penyakit yang sering melanda hamba adalah rida (puas) dengan dirinya. Setiap orang yang memandang dirinya sendiri dengan pandangan rida, maka hal itu akan membinasakannya.
Setiap orang yang ujub akan amal yang telah dikerjakannya, maka keikhlasan sangat sedikit menyertai amalannya, atau bahkan tidak ada sama sekali keikhlasan dalam amalnya, dan bisa jadi amal saleh yang telah dikerjakan tidak bernilai.
Sa’id bin Jubair mengatakan, “Seorang bisa masuk surga berkat dosanya dan seorang bisa masuk neraka berkat kebaikannya.
Maka ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
Sa’id menjawab, “Pria tadi mengerjakan kemaksiatan namun dirinya senantiasa takut akan siksa Allah atas dosa yang telah dikerjakannya, sehingga tatkala bertemu Allah, Dia mengampuninya dikarenakan rasa takutnya kepada Allah.
Pria yang lain mengerjakan suatu kebaikan, namun dia senantiasa ujub (bangga) dengan amalnya tersebut, sehingga tatkala bertemu Allah, dia pun dimasukkan ke dalam neraka Allah.”
Anggaplah remeh setiap amal saleh yang telah Anda perbuat. Apabila Anda telah mengerjakannya, tanamkanlah rasa takut, khawatir jika amal tersebut tidak diterima. Di antara doa yang dipanjatkan para salaf adalah:
“Ya Allah kami memohon kepada-Mu amal yang saleh dan senantiasa terpelihara.”
Di antara bentuk keterpeliharaan amal saleh adalah amal tersebut tidak disertai dengan rasa ujub dan bangga dengan amal tersebut, namun justru amal saleh terpelihara dengan adanya rasa takut dalam diri seorang bahwa amal yang telah dikerjakannya tidak serta merta diterima oleh-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.
Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (QS. An Nahl: 92)
Ibnu Katsir mengatakan, “Mereka menunaikan sedekah, namun hati mereka takut dan khawatir, bahwa amalan mereka tidak diterima disisi-Nya. Mereka takut karena (sadar) mereka tidak menunaikan syarat-syaratnya secara sempurna. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News