Jurnalisme Naratif sebagai Alternatif Penulisan Berita
Agus Wahyudi berbagi tips menulis narasi kepada para mubaligh Muhammadiyah di Hotel Kapal Garden, Malang. foto: roisuddin/majelistabligh.id
UM Surabaya

Ragam jurnalistik naratif dipaparkan dalam Creative Writing Workshop for Mubaligh Muhammadiyah yang diselenggarakan di Hotel Kapal Garden, Malang, Sabtu-Ahad (2-3/12/2023).

Agus Wahyudi, jurnalis senior yang menjadi pemateri, jurnalisme naratif bisa menjadi alternatif untuk menguatkan pemberitaan maupun laporan di media ofisial maupun afiliasi Muhammadiyah.

“Ini ragam tulisan yang menarik bagi pembaca, karena punya keunikan dalam penulisannya. Jurnalisme naratif ini juga salah satu cara untuk menutupi kelemahan yang sering muncul pada pemberitaan online. Di mana informasi yang tersampaikan terbilang kering,” kata Yudi, begitu dia karib disapa.

Dia lalu mengutip pernyataan Janet E. Steele, profesor jurnalistik asal George Washington University. Janet pernah beberapa kali bertemu dengan para jurnalis Indonesia untuk berdiskusi soal jurnalisme naratif.

Baca juga: Jurnalis Tempo Nilai Potensi Menulis Mubaligh Muhammadiyah Menjanjikan

Menurut Janet, jurnalisme naratif merupakan genre penulisan berita dengan gaya cerita atau mendekati sastra. Namun data yang disampaikan murni fakta bukan fiksi. Jurnalisme naratif bisa diterapkan di semua jenis berita.

Lantas apa kelebihan jurnalisme naratif? Yudi menyampaikan jika jurnalisme naratif bisa mengeksplorasikan gaya tulisan dengan kalimat yang panjang. Tulisan dengan genre unik, menukik secara mendalam.

Selain itu, dalam tulisan genre ini terkesan menyajikan berita dalam bentuk novel. Karena bisa memainkan alur, adegan dan dialog kisah narasumber secara mendetail.

Menggunakan sudut pandang orang ketiga, menggambarkan peristiwa secara detail baik gerak tubuh maupun kebiasaan narasumber.

Reportasenya menyeluruh, dialognya utuh, bisa menggali setiap adegan meski peristiwa telah lama terjadi.

“Dalam jurnalisme naratif ada karakter, drama, babak, adegan serta laporan panjang dan utuh. Sehingga berita menjadi satu kesatuan yang utuh. Namun tulisan narasi merupakan fakta,” jabar alumnus Universitas Muhammadiyah Surabaya, ini.

Baca juga: Bertemu Mubaligh, Ketua PWM Jatim Ingatkan 5 Skill Komunikasi Dakwah

Dia menegaskan, ada beberapa hal yang bisa dicermati dalam menulis narasi. Pertama, terkait fakta. Setiap detail harus berupa fakta. Nama orang, tempat, kejadian adalah sebenarnya, bukan fiktif.

Baca juga: Temukan Satu Gagasan Utama, Mulailah Menulis!

Kedua, konflik Hal ini untuk mempertahankan daya pikat. Bisa berupa satu orang dengan orang lain, antarkelompok, seseorang dengan hati nuraninya, pertentangan dengan nilai-nilai di masyarakat, dan sebagainya.

Ketiga, karakter. Faktor ini sangat membantu mengikat cerita. Ada karakter utama, ada karakter pembantu, dan seterusnya.

Keempat, akses. Mereka yang menulis genre ini akan bagus jika mampu wawancara dengan narasumber utama, dokumentasi, dokumen, foto, buku harian, gambar, dan sebagainya.

Kelima, emosi. Ini yang menjadikan cerita lebih hidup. Keenam, perjalanan waktu. Bisa bersifat kronologis dari awal hingga akhir atau flashback.

“Yang terakhir, unsur kebaruan. Tujuannya untuk memudahkan mengungkapkan kebaruan dari perspektif atau dari kacamata orang yang menjadi saksi dalam sebuah peristiwa,” tandas Yudi.

Baca juga: Majelis Tabligh Gelar Creative Writing di Hotel Kapal Garden

Menurut dia, beberapa pakar jurnalistik mengembangkan pedoman standar 5W 1H dalam menulis narasi. Yakni, who (siapa), what (Apa), where (dimana), when (kapan), why (mengapa), dan how (bagaimana).

“Pada narasi, who berubah menjadi karakter, what berubah menjadi plot atau alur, where menjadi setting, when menjadi kronologi, why menjadi motif, dan how menjadi narasi,” terang dia. (is)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini