Jurnalis Tempo Nilai Potensi Menulis Mubaligh Muhammadiyah Menjanjikan
Artika Farmita (kanan) didampingi Chulil Barory (moderator) di acara Creative Writing Workshop for Mubaligh Muhammadiyah. foto: roisuddin

Para mubligh Muhammadiyah punya banyak pengalaman karena seringkali melakukan perjalanan dakwah. Sayangnya, jarang sekali mereka menceritakan kisah perjalanan itu melalui tulisan.

“Padahal banyak hal bisa dibagi untuk masyarakat, dan sya yakin itu menarik diceritakan,” ujar Artika Farmita, jurnalis Tempo, saat menjadi pemateri Creative Writing Workshop for Mubaligh Muhammadiyah yang diselenggarakan di Hotel Kapal Garden, Malang, Sabtu-Ahad (2-3/12/2023)

Menurut Artika, mubaligh adalah salah satu aktivitas mulia yang memungkinkan berkunjung ke banyak tempat dan bertemu banyak karakter orang, beserta budaya maupun nilai-nilai hidupnya.

Baca juga: Jurnalisme Naratif sebagai Alternatif Penulisan Berita

“Ini modal penting untuk meningkatkan kemampuan menulis, yang tidak boleh disia-siakan,” tutur dia yang menyampaikan materi Travel Story Writing.

Dalam menulis kisah perjalanan, imbuh Artika, unsur informasi dan menghibur adalah dua hal kunci. Informasi yang diberikan juga melibatkan fakta dan citra inderawi.

“Saat menceritakan suatu tempat atau situasi, mubaligh perlu melibatkan sisi inderawi seperti apa yang dia lihat, dia dengar, dia rasakan,” papar jurnalis dan trainer tersertifikasi Google News Initiative ini.

Baca juga: Temukan Satu Gagasan Utama, Mulailah Menulis!

Pelibatan citra inderawi ini akan memperkaya tulisan, sehingga bisa memberikan gambaran yang menghibur bagi yang membaca.

Selain itu, kata dia, seperti halnya memberikan tausiyah atau ceramah, mubaligh perlu cermat mengenali siapa audiens atau kelompok yang ia ajak bicara. Dalam hal penulisan, pembaca adalah audiensnya.

Maka, menghadirkan kisah personal maupun contoh yang merakyat akan memberikan kesan dekat dengan pembacanya.

Misalnya. ketika kita berbicara tentang hikmah kesabaran, kisah-kisah kesabaran Rasulullah saw atau sahabat nabi merupakan teladan utama.

“Namun tak ada salahnya menghadirkan kisah-kisah sederhana di sekitar kita, cerita orang-orang biasa. Ini tujuannya supaya sabar itu tidak terasa jauh atau sulit untuk dicapai oleh masyarakat,” jabar Artika.

Baca juga: Bertemu Mubaligh, Ketua PWM Jatim Ingatkan 5 Skill Komunikasi Dakwah

Artika mengaku terkesan dengan pelatihan menulis ini. Biasanya, dia berbagi ilmu dengan mahasiswa atau sesama jurnalis muda lainnya mengenai tulisan jurnalistik maupun cek fakta.

“Nah sekarang berada di depan puluhan mubaligh memberi nuansa segan, karena saya sadar sebenarnya saya yang butuh belajar dari para mubligh Muhammadiyah,” ucapnya

Karena di usia yang jauh lebih tua daripada mahasiswa, timpal dia, semangat para mubaligh Muhammadiyah, di matanya, sungguh luar biasa dan menjanjikan.

Baca juga: Majelis Tabligh Gelar Creative Writing di Hotel Kapal Garden

“Meski sebagian tulisan masih dasar atau pemula, namun dari gaya tulisannya terasa meluap-luap seperti masih banyak yang ingin dituangkan dari dalam kepala,” ujar Artika ketika memberi komentar tulisan para mubaligh Muhammadiyah.

“Saya kita tinggal terus memperluas khazanah bacaan sehingga bisa kosakata pilihan-pikihan kosakatanya semakin kaya. Ini menunjukkan bahwa menulis adalah soal kebiasaan, bukan bakat. Asalkan diasah dan rutin dilakukan, lama-lama akan jadi karya tulisan yang baik,” pungkasnya. (is)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini