“Jangan memilih karena sumbangan materi, karena sesuap nasi, atau karena amplop berisi. Jika kita masih bimbang, maka istafti qalbak, tanyakan pada hatimu. Dengan kata lain, gunakan hati nurani,” kata mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
“Saya yakin bahwa warga Muhammadiyah adalah pemilih yang cerdas. Oleh karena itu, cukup bahasa isyarat sudah paham. Yakfi li al-‘aqili al isyaratu (cukuplah bagi orang cerdas itu isyarat),” imbuh Din.
Di mata Din, Muhammadiyah adalah organisasi yang sangat berpengaruh. Jumlah anggotanya banyak dan persebarannya paling merata di 38 provinsi di Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Din juga menjelaskan tentang Islam yang menjadi agama peradaban (al-dinu al-hadharah) yang berkemajuan.
Sebagai agama peradaban Islam bukan sekadar sistem kepercayaan, tidak pula sekadar mengatur ritual keagamaan antara hamba dan Sang Pencipta.
“Islam adalah agama yang komprehensif, universal dan memiliki peradaban yang sangat kompleks. Islam mengatur tentang kepemimpinan. Dalam pandangan Islam agama dan politik atau negara saling berhubungan dan saling terkait,” kata dia.
Din lalu mengutip pendapat Imam Al Mawardi, “Al imamatu mawdhu’atun likhilafati al-nubuwwati fi harasati al-dini wa siyasati al-dunya bihi.” (Imamah itu menduduki posisi untuk khilafah nubuwwah dalam menjaga agama dan politik yang sifatnya duniawi).
Ia menegaskan, imamah berarti kepemimpinan, dan persoalan kepemimpinan adalah persoalan untuk melanjutkan kenabian, termasuk presiden dan wakil presiden yang dipilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.