*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
Kesabaran merupakan sifat yang sangat penting bagi seorang Muslim, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa dekat dan menyertai orang-orang yang bersabar.
Hal itu sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: “Dan Allah bersama orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah: 249).
Namun, kesabaran bukan hanya tentang bertahan saat musibah datang; ia mencakup berbagai bentuk ketaatan, pengendalian diri, dan keteguhan dalam menghadapi berbagai ujian hidup.
Kesabaran adalah akhlak yang dimiliki oleh para Nabi dan Rasul, dan kisah-kisah mereka banyak mengajarkan keteladanan dalam sikap ini. Kesabaran mereka menjadi mutiara bagi orang-orang saleh dan bimbingan bagi umat.
Imam al-Ghazali mencatat bahwa “sabar” dan turunannya disebutkan di lebih dari tujuh puluh tempat dalam Al-Qur’an, menandakan betapa besar peranannya.
Firman Allah menyebutkan balasan bagi mereka yang bersabar dengan pahala yang lebih baik dari perbuatan mereka.
Hal itu sebagaimana dalam QS. An-Nahl: 96: “Kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Sabar sejati bukanlah tanda kelemahan atau ketidakberdayaan, melainkan kemampuan untuk mengendalikan diri, menahan dari sesuatu yang disukai, dan bersikap teguh ketika menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan. Sabar adalah kewajiban hati dan terbagi dalam tiga jenis utama:
- Sabar dalam Ketaatan kepada Allah: Bentuk kesabaran ini muncul ketika kita tetap menjalankan perintah Allah, bahkan saat hal tersebut memerlukan pengorbanan dari diri kita.
Misalnya, bangun di pagi hari untuk salat Subuh meski suhu dingin, mengambil air wudu, dan menahan rasa kantuk.
Melaksanakan ibadah dalam keadaan yang kurang nyaman adalah wujud ketaatan yang penuh kesabaran, dan semua ini dilakukan semata-mata demi mengharapkan rida Allah SWT.
- Sabar dalam Menjauhi Larangan Allah: Terkadang, godaan untuk melakukan hal yang dilarang sangat kuat, terutama hal-hal yang disukai hawa nafsu. Menjauhkan diri dari kemaksiatan karena niat menaati Allah adalah bentuk sabar yang sangat mulia.
Para ulama mengatakan bahwa menahan diri dari maksiat lebih utama dibandingkan melakukan banyak amalan sunah, karena menahan diri dari dosa adalah kewajiban.
Beberapa ulama bahkan berpendapat bahwa menundukkan pandangan dari sesuatu yang haram pahalanya lebih besar daripada seribu rakaat salat sunah, karena menahan diri dari perkara haram membutuhkan perjuangan melawan hawa nafsu dan tipu daya setan.
- Sabar dalam Menghadapi Musibah: Saat ujian atau musibah datang, sabar adalah wujud keimanan yang tinggi. Ujian dapat datang dalam berbagai bentuk—kehilangan harta benda, penyakit, kemiskinan, atau perlakuan buruk dari orang lain.
Jika dihadapi dengan kesabaran, musibah ini menjadi penghapus dosa dan penambah derajat di sisi Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang Muslim tertimpa keletihan, penyakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan, atau kesusahan, bahkan duri yang melukainya, melainkan dengan sebab itu Allah akan menghapus dosa-dosanya”. (HR al-Bukhari).
Dalam hadis lain beliau bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya” (HR al-Bukhari).
Menghayati makna kesabaran dan meneladani para Nabi dalam sikap ini dapat membawa kita lebih dekat kepada Allah SWT.
Sabar adalah kekuatan yang membantu kita tetap berada di jalan yang lurus dan menyiapkan kita menuju kebahagiaan abadi di akhirat kelak. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News