*) Oleh: Dr. Ajang Kusmana
Dalam KBBI, kata musafir diartikan sebagai “orang yang bepergian meninggalkan negerinya (selama tiga hari atau lebih): pengembara.”
Dalam pandangan hukum Islam, musafir adalah orang yang meninggalkan tempat tinggalnya dalam jarak tertentu dan berniat tinggal di tempat yang dituju dalam waktu tertentu.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ: كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ. (رواه البخاري)
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari, jangan menunggu datangnya pagi, dan jika engkau berada pada waktu pagi, jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” (HR. Bukhari)
Hakikat Musafir dalam Hidup
Sesungguhnya, kita ini “musafir.” Kita adalah pengembara. Seorang musafir pasti sedang dalam perjalanan menuju tujuan akhir yang jauh.
Jika kita berada di suatu tempat, itu hanyalah tempat persinggahan sementara sebelum melanjutkan perjalanan ke tujuan akhir yang sebenarnya, yaitu akhirat.
Di sanalah kehidupan yang sesungguhnya, baik kebahagiaan maupun penderitaan yang kekal.
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (17)
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la: 16-17)
Allah SWT menciptakan kita dan menempatkan kita di dunia ini untuk sementara. Dunia ini hanyalah salah satu alam yang kita lewati.
Perjalanan hidup kita dimulai dari alam ruh dan rahim, dilanjutkan ke dunia, menuju alam barzakh, dan akhirnya ke akhirat. Inilah rangkaian hidup manusia sebagaimana firman Allah SWT:
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkanmu, kemudian kamu dimatikan, dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya lah kamu kembali.” (QS. Al-Baqarah: 28)
Refleksi Kematian dan Kehidupan
Ayat di atas mengingatkan kita bahwa kematian dan kehidupan terjadi dua kali:
Kematian pertama adalah ketika kita belum diciptakan, dalam keadaan tidak ada.
Kehidupan pertama adalah ketika kita diciptakan dan hidup di dunia.
Kematian kedua adalah saat kita meninggalkan dunia, saat roh berpisah dari jasad.
Kehidupan kedua adalah saat dibangkitkan kembali di hari ba’ats untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Ghafir: 11:
قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ
“Mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah jalan untuk keluar (dari neraka)?'” (QS. Ghafir: 11)
Menurut Ibnu Abbas, kematian pertama adalah ketika manusia belum diciptakan. Kehidupan pertama adalah saat manusia diciptakan di dunia. Kematian kedua terjadi saat manusia meninggal dan kembali ke tanah. Kehidupan kedua adalah kebangkitan pada hari kiamat.
Akhir Perjalanan: Keadilan Allah
Setelah dibangkitkan, kita akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan amal kita. Allah SWT berfirman:
قُلِ اللَّهُ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يَجْمَعُكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لا رَيْبَ فِيهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Katakanlah, ‘Allah-lah yang menghidupkan kalian, kemudian mematikan kalian, setelah itu mengumpulkan kalian pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.'” (QS. Al-Jatsiyah: 26)
Semua amal manusia akan diperhitungkan dengan adil. Setiap kebahagiaan atau kesengsaraan yang dirasakan adalah buah dari amal perbuatan.
Allah tidak pernah menzalimi hamba-Nya, melainkan manusia sendirilah yang sering lalai dan kufur terhadap nikmat-Nya.
Sebagai musafir di dunia, kita harus senantiasa ingat bahwa kehidupan ini hanyalah persinggahan sementara.
Pergunakanlah waktu sebaik mungkin untuk beribadah, bersyukur, dan mempersiapkan diri menuju kehidupan yang kekal di akhirat.
Semoga kita termasuk golongan yang diberi petunjuk dan rida Allah SWT. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News