*) Oleh: Dr. Ajang Kusmana
Laki-laki berkulit hitam itu bernama Bilal Bin Rabbah. Dia begitu mencintai baginda Rasulullah saw.
Suatu ketika Rasulullah saw yang telah wafat membuat Bilal sanggup lagi mengumandangkan azan. Bilal kemudian meminta izin kepada Abu Bakar Siddiq ra.: “Wahai khalifah, wahai khalifah izinkan aku untuk tidak lagi mengumandangkan azan.”
Lalu Abu Bakar pun berkata kepada Bilal; “Tidak bisa wahai Bilal, aku tidak mungkin menurunkan seseorang yang sudah ditinggikan oleh rasulullah saw.”
Bilal kemudian berucap lagi: “Izinkan aku untuk tidak lagi mengumandangkan adzan wahai Abu Bakar?”
Abu Bakar pun berkata; “Apa alasanmu wahai Bilal?”
Maka Bilal pun meletakkan pandangannya ke arah menara dan ke arah makam Rasulullah Saw. Melihat ke arah menara lagi, dan bilal pun berkata kepada Abu Bakar;
“Abu Bakar, setiap hari ketika masuk waktu salat, aku datang ke rumah Rasulullah dan aku katakan kepada rasulullah ‘Ya rasul waktu shalat’ atau rasul yang gantian datang ke rumahku dan mengatakan ‘Bilal waktu salat’ dan kami pun bersama-sama menuju mesjid dan kemudian aku naik ke atas menara dan sebelum aku mengumandangkan azan aku menatap dulu wajah Rasulullah saw dan aku melakukan itu sehari lima kali wahai khalifah dan itu berulang-ulang setiap hari, tapi kini sudah tidak ada lagi Rasulullah, bagaimana mungkin aku sanggup untuk mengumandangkan adzan tanpa ada Rasulullah di sisiku wahai Khalifah?”
Bilal pun sudah tidak mampu lagi membendung air matanya. Maka, Abu Bakar Siddiq pun mulai meneteskan air matanya dan mengizinkan Bilal untuk tidak lagi mengumandangkan azan. Bilal lalu pergi ke Syam karena tidak sanggup lagi untuk berada di Madinah.
Berbulan-bulan lamanya Bilal berada di Syam. Dan pada suatu malam bertemu dengan Rasulullah saw dalam mimpinya dan Rasulullah saw. berucap pada Bilal;
“Alangkah beringnya hatimu wahai Bilal, alangkah gersangnya hatimu wahai Bilal. Sudah lama engkau tidak mengunjungiku, sudah lama engkau tidak berjumpa denganku. Tidak kah ada rasa rindumu terhadapku wahai Bilal?”
Begitu kata rasulullah, dan Bilal pun terbangun dari tidurnya dan berderailah air matanya. Kemudian dia mengangis dengan sangat keras dan seluruh saudara-saudara Bilal berkata kepada Bilal;
“Ada apa wahai Bilal, ada apa engkau ini wahai Bilal?”
Bilal pun berkata: “Wahai saudara-saudaraku, aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah, dan Rasulullah katakan betepa gersangnya hatiku. Betapa matinya hatiku ini karena aku tidak lagi mengunjungi Rasulullah. Aku takut sekali wahai saudara-saudaraku kalau Rasulullah meninggalkanku.”
Maka saudara-saudara Bilal pun berkata kepadanya; “Sudah saatnya engkau ziaroh ke makam Rasulullah Saw.”
Bilal bin Rabbah pun mengambil untanya dan memacu untanya untuk bertemu Rasulullah Saw. dan sepanjang perjalanan ia menembus siang dan malam, ia menembus panas dan dingin. Tak terasa deraian air matanya terus bercucur, ia merasa begitu rindu kepada Rasulullah saw. Dan ketika Bilal sudah sampai di Madinah, ia melihat bukit-bukit Madinah dan semakin berteteslah air matanya.
Dan ketika memasuki pintu gerbang Madinah, maka Bilal pun melihat di setiap sudut kota Madinah bilal melihat ada wajah Rasulullah saw di sana. Di setiap bangunan kota Madinah, ada wajah Rasulullah di sana, ada kenangan Rasulullah di kota Madinah, maka Bilal pun semakin kencang dalam menangisnya. Tak bisa lagi dibendung air matanya dan ketika ia sampai ke makam Rasulullah Saw. ia bersimpuh dengan suara yang parau dan lirih ia pun mengatakan;
“Assalamu alaika ya Rasulullah. Assalamu’alaika ya habiballah, assalamu’alaika ya nabiyallah.” Bilal tak sanggup membentung air matanya. Ia pun begitu rindu dengan Rasulullah saw.