Pelaksanaan Akademi Mubaligh Muhammadiyah (AMM) Tahap III yang akan digelar 12-14 Desember 2025 mendatang, tinggal hitungan hari. Cita-cita mencetak para mubaligh Muhammadiyah yang berkualitas dan mampu menjadi panutan di daerah masing-masing, adalah sangat mulia. Hasil dari kegiatan ini diharapkan menambah “amunisi” Muhammadiyah untuk hadir di tengah-tengah masyarakat yang semakin heterogen.
Pada AMM Tahap III ini, menyasar zona dakwah Jaya Baya, meliputi Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek. Tempat pelaksanaan AMM ini di Gedung Muhammadiyah Boarding School 2 Tulungagung, Jl. Ki Mangun Sarkoro, Dusun Krajan, Beji, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung.
Para peserta nantinya akan diberikan materi yang sangat beragam, mulai dari ideologi dakwah Muhammadiyah, Tahsin Al Quran, membuat konten dakwah digital, dan masih banyak lagi. Selain mendapatkan materi dari para ahli di bidangnya, peserta juga diberikan tugas untuk praktik dari materi yang telah diberikan.
AMM digelar untuk mencetak mubaligh, itu sagat benar. Tetapi lebih dari itu, AMM juga dipahami sebagai salah satu bentuk kaderisasi dan regenerasi Muhammadiyah dalam mengemban amanat untuk mengimplementasikan Rahmatan Lil Alamin. Para peserta harus berkontribusi dalam mewujudkan dunia yang lebih baik, lebih adil, lebih damai, dan lebih sejahtera bagi seluruh umat. Setidaknya dimulai dari sekitar rumah mereka, sekitar lingkungan mereka, dan secara bertahap dilakukan pada lingkungan dan komunitas yang lebih luas.
Karena itu, AMM bisa dikatakan sukses, tidak hanya diukur dari pelaksanaannya. Juga harus diukur bagaimana output dari kegiatan ini akan muncul banyak generasi baru mubaligh Muhammadiyah yang tidak hanya pandai memberikan tausiah, tetapi mampu menjadi teladan bagi masyarakat sekitar. Nama besar Muhammadiyah berada di pundak pada alumnus AMM. Regenerasi dan kaderisasi benar-benar berjalan, menyatukan antara pelatihan, alamiah dan bakat.
Para pimpinan Muhammadiyah di tingkat pusat, juga terus mengingatkan di semua jenjang kepengurusan, bahwa salah satu tantangan yang paling krusial adalah keberlanjutan kaderisasi di tubuh organisasi ini. Di sinilah pentingnya revitalisasi perkaderan sebagai strategi jangka panjang untuk memastikan keberlangsungan, daya tahan, dan daya saing gerakan ini.
Pada usianya yang menginjak 113 tahun, sebenarnya Muhammdiyah sudah membuktikan mampu bertahan di bawah tekanan dan tantangan, baik dari internal dan eksternal organisasi. Tetapi di tengah zaman yang semakin modern, pemikiran terus berkembang. Persaingan semakin nyata. Mengutip pernyataan Ketua Umum PP Muhamadiyah, Haedar Nashir, bahwa keberhasilan Muhammadiyah mengembangkan bidang pendidikan dan kesehatan, saat ini sudah mulai diduplikasi oleh organisasi lain. Jika kita lengah, maka akan dilampaui oleh yang lain.
Persoalan kaderisasi juga kerap dibicarakan secara informal di lingkungan organisasi ini. Kesenjangan antar generasi, fragmentasi pemahaman ideologis, serta menurunnya minat generasi muda untuk berkhidmat dalam organisasi adalah gejala-gejala yang harus diantisipasi.
Adaptasi dengan realitas digital dan budaya generasi Z, harus dipahami dengan baik. Perkaderan harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman, dan tidak terjebak pada pendekatan lama. Generasi muda kini lebih akrab dengan platform daring, budaya visual, dan pendekatan berbasis komunitas, harus jadi perhatian.
Revitalisasi perkaderan bukanlah pilihan, tetapi suatu keharusan. Tanpa pembaruan sistem kaderisasi, Muhammadiyah bisa mengalami stagnasi. Karena itu, AMM yang dilaksanakan oleh Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim menjadi salah satu sistem pengkaderan yang sangat baik. Sistem pengkaderan seperti ini harus dipertahankan, dibaharukan, dan dievaluasi terus menerus.
Ibarat perusahaan roti, setiap hari memproduksi roti seperti hari-hari kemarin. Tetapi perusahaan roti yang modern, tidak puas dengan produk yang stagnan. Mereka mengubah kemasan, mengubah bentuk rotinya, dan memberi isi roti dengan berbagai varian. Jadi, roti yang diproduksi tetaplah roti seperti kemarin, tetapi dengan kreativitas kekinian, akhirnya pasarnya semakin luas. Kemasan, isi, dan bentuknya bervariasi, tetapi ruh nya tetap. (*)
