Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar acara “Buka Puasa Bersama Wartawan” pada Senin (17/3/2025). Acara ini menjadi ajang refleksi perjalanan akademik dan jurnalistik di UMM.
Kegiatan berlangsung di Aula Biro Administrasi Umum (BAU) UMM dan dihadiri oleh Rektor UMM, Prof. Nazaruddin Malik, serta jajaran pimpinan universitas, seperti Prof. Akhsanul In’am, Dr. Ahmad Juanda, Dr. Nur Subeki, MT, Muhamad Salis Yuniardi, dan Prof. Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si.
Di hadapan para wartawan, akademisi, dan tamu undangan, Nazaruddin mengaku terkejut dengan gambar yang terpasang di backdrop acara. Selain terkesan vintage, gambar tersebut juga menampilkan dirinya bersama tiga tokoh UMM, yakni Prof. Abdul Malik Fadjar, Prof. Muhadjir Effendi, dan Prof. Fauzan.
“Saya ngeri melihat gambar itu. Seharusnya bukan saya yang di depan, tapi mereka,” ucapnya dengan nada merendah.
Dalam sambutannya, ia mengajak para hadirin untuk menelusuri kembali perjalanan jurnalistik di Kampus Putih. Ia menekankan bahwa media massa memiliki peran besar dalam membentuk reputasi akademik suatu institusi.
Salah satu aspek strategis yang dibahas adalah bagaimana brand image sebuah universitas sangat dipengaruhi oleh ekosistem pendidikan dan jurnalistik yang berkembang di dalamnya. Ia menyoroti pentingnya jurnalistik yang sehat sebagai sarana membangun reputasi institusi dan mendorong pertumbuhan intelektual di kalangan mahasiswa.
“Jurnalistik bukan sekadar alat penyebaran informasi, tetapi juga bagian dari ekosistem intelektual kampus,” ujarnya.
Nazaruddin kemudian mengenang perjalanan jurnalistik di UMM sejak masih bernama Unmuh Malang. Sejak awal, pendidikan dan jurnalistik sudah menyatu dalam budaya kampus ini. “Reputasi kampus lahir dari sinergi pendidikan dan jurnalistik yang sehat,” ungkapnya.
Menurutnya, media massa adalah alat penting dalam membangun citra akademik. Selain itu, jurnalistik juga menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengasah kemampuan berpikir kritis. Dia mengingat masa-masa ketika UMM memiliki Majalah Bestari, yang menjadi media utama mahasiswa dalam menyalurkan gagasan dan menyoroti berbagai isu sosial.
Di era 90-an, Majalah Bestari bukan sekadar media internal. Isinya sering membahas dinamika sosial, kebangsaan, dan perkembangan dunia akademik. Majalah ini menjadi tempat mahasiswa belajar menulis, berpikir kritis, dan memahami dunia jurnalistik.
Ia pun mengenang bagaimana dirinya terlibat langsung dalam proses produksi, mulai dari perencanaan hingga desain layout. “Dulu, layout masih dilakukan secara manual sebelum dibawa ke Memorandum untuk dicetak,” ujarnya.
Saat itu, Memorandum adalah media yang dipimpin oleh H. Agil H. Ali, mantan pemimpin redaksi Mingguan Mahasiswa. Sosok ini dikenal luas di kalangan aktivis mahasiswa di Jawa Timur.
Nazaruddin menilai bahwa pengalaman terjun langsung dalam dunia jurnalistik memberikan wawasan mendalam tentang media. Dari perencanaan, produksi, hingga publikasi, semua proses jurnalistik ia rasakan.
Menurutnya, media kampus terus mengalami perubahan mengikuti dinamika sosial dan politik. Seperti dikatakan oleh Rahman Tolleng yang dikenal sebagai aktivis demokrasi dan politisi idealis, bahwa perubahan ini dipengaruhi oleh peta politik yang berkembang.
Di era Muhadjir Effendi, media kampus lebih populis dan mudah diakses oleh masyarakat luas. Sementara di era Malik Fadjar, pendekatan akademik dan kritis lebih ditekankan dalam pemberitaan. “Era Pak Muhadjir membawa jurnalistik yang lebih luwes, sementara era Pak Malik Fadjar lebih serius dan ilmiah,” jelasnya.
Nazaruddin berharap momentum yang pernah terjadi di UMM dapat terus berlanjut. Dia menekankan pentingnya sinergi antara ekosistem jurnalistik dan ekosistem pendidikan, terutama di tengah pesimisme publik terhadap dunia pendidikan.
“Bagaimanapun juga, perguruan tinggi tanpa kepercayaan publik akan sulit menjadi alat transformasi sosial,” tegasnya.
Kolaborasi antara media umum dan media kampus, menurutnya, harus terus diperkuat agar tetap relevan. “Dulu, media sering menjadi rujukan peneliti sebagai pemantik mencari novelty (temuan baru). Kini, kita harus menghidupkan kembali peran itu,” ujarnya
Di akhir pidatonya, Nazaruddin mengajak insan pers untuk terus berkontribusi dalam dunia pendidikan. Menurutnya, pers memiliki peran strategis dalam mendorong kebijakan yang mendukung kemajuan pendidikan.
“Pers memiliki peran penting dalam membangun optimisme, terutama dalam dunia pendidikan,” pungkasnya. (wh)