Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta, Fadhlurrahman, mengatakan bahwa Bulan Rajab sebagai bulan kesadaran dan tobat, Syakban sebagai bulan persiapan amal, dan Ramadan sebagai bulan pendidikan serta transformasi total.
“Ibarat proses pendidikan, Rajab adalah masa pendaftaran, Syakban masa orientasi, dan Ramadan ujian sekaligus wisuda rohani. Buah Ramadan sangat ditentukan oleh proses sebelumnya. Kalau Rajab dan Syakban disiapkan dengan baik, Ramadan akan lebih maksimal,” kata Fadhlurrahman.
Karena itu, Fadhlurrahman mengingatkan agar tidak menjadi Muslim yang “reaktif”, yakni hanya bersemangat beribadah pada momen-momen tertentu, seperti Ramadan. Namun kembali lalai di luar itu, padahal Islam mengajarkan sikap konsisten dalam keimanan. “Islam tidak mengajarkan iman yang musiman. Di mana pun kita berada, identitas kita adalah Islam,” tegasnya.
Ia juga menguraikan keutamaan empat bulan haram, Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 36. Pada bulan-bulan ini, umat Islam dianjurkan memperbanyak amal saleh dan lebih berhati-hati dari perbuatan dosa karena nilai pahala dan konsekuensinya dilipatgandakan.
Selain dalil Al-Qur’an dan hadis, Fadhlurrahman mengaitkan pentingnya pembiasaan ibadah dengan kajian psikologi modern. Ia menyebutkan bahwa dalam perspektif psychology of religion, praktik keagamaan yang dilakukan secara bertahap dan berulang, terbukti lebih efektif membentuk perubahan perilaku dibandingkan praktik yang bersifat mendadak dan musiman.
Konsep penyucian jiwa dalam tradisi Islam, mulai dari takhalli (mengosongkan diri dari penyakit hati seperti dengki dan iri), tahalli (mengisi diri dengan akhlak mulia), hingga tajalli (menjadikan kebaikan sebagai karakter yang menetap). Salah satu kunci pentingnya adalah kemampuan memaafkan dan membersihkan hati sebelum tidur, sebagaimana dicontohkan dalam kisah sahabat Anshar yang dijamin masuk surga.
Ia mengajak seluruh umat Islam menjadikan momentum Rajab sebagai awal tobat yang sungguh-sungguh, Syakban sebagai latihan kedisiplinan ibadah, dan Ramadan sebagai fase perubahan diri yang hakiki.
Memasuki bulan Syakban, Fadhlurrahman mengajak membiasakan puasa sunah, memperbanyak membaca Al-Qur’an, serta melatih salat malam. Ia mencontohkan teladan Nabi Muhammad saw. dan Sayidah Aisyah ra. yang kerap melunasi utang puasa Ramadan di bulan Syakban.
Sementara itu, Ramadan dipaparkan sebagai puncak pembentukan nafsul mutmainnah, jiwa yang tenang dan siap kembali kepada Allah. Ia mengingatkan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan juga menjaga lisan, pandangan, dan perilaku dari hal-hal yang sia-sia dan tercela.
“Mudah-mudahan kita dipertemukan dengan Ramadan dalam kondisi iman yang lebih siap, hati yang lebih bersih, dan jiwa yang lebih tenang,” pungkasnya. (*)
