“Prospering a mosque is not just about building it physically, but guaranteeing the dignity of its servants”
“(Memakmurkan masjid bukan hanya membangun fisiknya, tapi menjamin martabat pelayan-Nya)”
Masjid adalah rumah suci Allah, tempat bertemunya hamba dan Rabb-nya. Sungguh ironis, di tengah gegap gempita perlombaan kemegahan masjid, nasib marbot penjaga setia yang memastikan kemakmuran ibadah justru terabaikan. Mereka dituntut siaga 24 jam dengan upah yang jauh dari kata layak, bahkan harus rela tinggal di ruang sempit di balik mihrab bersama keluarga.
Ini adalah koreksi mendalam bagi kita semua, khususnya para takmir masjid. Memakmurkan masjid adalah tanggung jawab kolektif umat, bukan hanya beban marbot. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya,
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Artinya: “(Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir….”(Qs. At-Taubah:18).
Ayat ini membatasi bahwa pemakmur sejati adalah orang beriman yang manifestasi keimanannya termasuk mendirikan salat dan menunaikan zakat. Memakmurkan tidak hanya berarti membangun fisik, tapi juga meramaikannya dengan ibadah dan memastikan keberlangsungan fungsi masjid, termasuk kesejahteraan pihak-pihak yang mendedikasikan hidupnya di sana (seperti marbot) agar mereka dapat beribadah dan mengurus dengan tenang.
Jadi, mengabaikan nasib marbot adalah bentuk kedholiman yang bertentangan dengan ruh keimanan dan kepedulian sosial dalam Islam. Kesejahteraan mereka adalah tolok ukur sebenarnya dari kemakmuran masjid. Mari kita ubah ironi ini menjadi kemuliaan yang setara dengan kemuliaan rumah-Nya.
Semoga bermanfaat.
