Gunung Semeru kembali erupsi dan memuntahkan awan panas guguran, Rabu (19/11/2025) sore. Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menaikkan tingkat aktivitas vulkanik Gunung Semeru menjadi level IV (awas). Masyarakat dihimbau agar menjauh dari pusat erupsi.
Gunung dengan ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut ini, dikenal sebagai gunung yang tidak pernah tidur. Aktivitas Gunung Semeru selalu aktif. Sejarah mencatat sejak tahun 1818, sudah ratusan kali meletus. Tercatat meletus pada tahun 1829, 1836, 1845, hingga akhir 1800-an, aktivitas Gunung Semeru tak pernah berhenti.
Menurut catatan Abdul Muhari, Ph.D. Plt., Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada tahun 1941-1942 terekam aktivitas vulkanik dengan durasi yang sangat panjang. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan leleran lava terjadi pada periode 21 September 1941 hingga Februari 1942.
Selanjutnya aktivitas vulkanik terjadi lagi pada tahun 1945, 1946, 1947, 1950, 1951, 1952, 1953, 1954, 1955 – 1957, 1958, 1959, 1960. Setelah sempat tenang selama beberapa tahun, kembali terjadi aktivitas vulkanik pada tahun 1978 – 1989, 1990, 1992, 1994, 2002, 2004, 2005, 2007 dan 2008.
Pada 1 Desember 2020, Gunung Semeru memuntahkan awan panas guguran hingga sejauh 11 km, yang berdampak luas pada masyarakat Lumajang dan sekitarnya. Kembali terjadi aktivitas tinggi pada 4 Desember 2022. Selanjutnya pada 8 Januari 2024 dan 12 Maret 2025.
Suatu Peringatan dari Allah
Sudah banyak korban, baik nyawa maupun material sebagai dampak meletusnya Gunung Semeru. Aktivitas masyarakat, khususnya pertanian dan perkebunan di sekitar lereng Semeru juga terganggu. Tetapi jika kita kembali pada alam sadar, bahwa sesungguhnya suatu bencana di alam semesta merupakan pengingat agar kita selalu menerima takdir Allah. Bencana alam yang datang menimpa manusia merupakan salah satu cara bagi Allah untuk memberikan peringatan dan menguji kepada hamba-hamba-Nya.
Awan panas guguran yang terjadi atas aktivitas Gunung Semeru ini, tidak lain adalah suatu cambuk kecil dari Allah SWT bahwa pada saatnya akan terjadi suatu bencana yang maha dahsyat, jauh lebih dahsyat dari yang terjadi seperti Gunung Semeru ini. Bencana yang maha dahsyat itu adalah Hari Kiamat. Alah SWT berfirman dalam Al Quran Surat Al-Qari’ah ayat 3-5, yang artinya: “Dan tahukah kamu apakah hari Kiamat itu? Pada hari itu manusia seperti laron yang beterbangan, dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan”.
Bencana yang terjadi ini hanyalah bentuk kiamat Sughra atau kiamat kecil, seperti kematian, banjir bandang, angin beliung, gunung meletus, gempa bumi, peperangan, kecelakaan kendaraan, kekeringan yang kepanjangan, hama tanaman yang merajalela. Bagi umat yang beriman, hal ini merupakan peringatan dan ujian. Sedangkan bagi umat yang ingkar merupakan siksaan atau azab Allah SWT.
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 155-156, yang artinya, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”. (Q.S. al Baqarah ayat 155-156)
Dalam sebuah lagu berjudul “Untuk Kita Renungkan”, Ebiet G Ade juga mengingatkan kita dalam salah satu liriknya:
Anugerah dan bencana adalah kehendak-Nya
Kita mesti tabah menjalani
Hanya cambuk kecil agar kita sadar
Adalah Dia di atas segalanya
Oh-oh-oh, adalah Dia di atas segalanya
Anak menjerit-jerit, asap panas membakar
Lahar dan badai menyapu bersih
Ini bukan hukuman, hanya satu isyarat
Bahwa kita mesti banyak berbenah
Memang bila kita kaji lebih jauh
Dalam kekalutan, masih banyak tangan
Yang tega berbuat nista. (*)
