Bagaimanakah hukum membuat gambar atau patung makhluk bernyawa menurut Islam? Apakah larangan tersebut juga mencakup penggunaan gambar, patung, dan foto sebagai alat peraga pendidikan pada masa kini?
Terdapat sejumlah hadis sahih yang menjelaskan larangan membuat gambar dan patung makhluk bernyawa, di antaranya:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَصْحَابَ الصُّوَرِ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Sesungguhnya para pembuat gambar akan disiksa pada hari kiamat. Kepada mereka dikatakan: Hidupkanlah apa yang telah kamu ciptakan.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahlu Sunan)
Hadis lain menegaskan:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Ibnu Abbas menyatakan: Saya mendengar Rasulullah bersabda: Setiap pembuat gambar/patung dalam neraka, setiap gambar yang dibuatnya nanti akan dijadikan sebuah tubuh yang akan menyiksanya dalam neraka.” (HR. Muslim)
Kelanjutan hadis ini berbunyi: “Jika akan membuat gambar untuk mata pencaharian ia boleh membuat gambar yang tidak bernyawa.”
Selain itu, Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أَبِي طَلْحَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
“Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada gambar.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Nasai)
Namun, hadis ini memiliki pengecualian, sebagaimana yang dituturkan oleh sahabat Ubaidillah, Nabi SAW bersabda:
إِلَّا رَقْمًا فِي ثَوْبٍ
“Kecuali gambar yang terdapat pada kain.”
Dalil lain menunjukkan adanya toleransi dalam kondisi tertentu, sebagaimana riwayat Aisyah ra.:
عَنْ عَائِشَةَ تَقُولُ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ سَتَرْتُ سَهْوَةً لِي بِقِرَامٍ فِيهِ تَمَاثِيلُ فَلَمَّا رَآهُ هَتَكَهُ وَتَلَوَّنَ وَجْهُهُ وَقَالَ يَا عَائِشَةُ أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقَطَعْنَاهُ فَجَعَلْنَا مِنْهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ
“Aisyah berkata: Rasulullah mengunjungiku dan aku menutup lubang angin pada tembok dengan kain tipis yang banyak gambar, tatkala beliau melihat beliau marah dan merobeknya. Kemudian berkata: Wahai Aisyah azab Allah yang paling berat di hari kiamat nanti ialah terhadap mereka yang menyamakan perbuataannya dengan ciptaan Allah. Aisyah berkata: Lalu saya memotong kain itu dan saya jadikan satu atau dua bantal.” (HR. Muslim)
Juga riwayat dari Aisyah lainnya:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كُنْتُ أَلْعَبُ بِاْلبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي فَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَنْقَمِعْنَ مِنْهُ فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي
“Aisyah berkata: Saya bermain-main boneka perempuan di samping Rasulullah, saya punya teman-teman wanita bermain denganku, ketika Rasulullah masuk mereka menyembunyikan boneka karena takut kepada Rasulullah. Rasulullah malah menyuruh mereka bermain-main denganku.” (HR. Bukhari).
Pertimbangan Tarjih
Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam menetapkan hukum tidak berhenti pada teks semata, tetapi juga memperhatikan ‘illat (sebab hukum) dan maqāṣid asy-syarī‘ah. Dari hadis-hadis di atas, dapat dipahami bahwa larangan membuat gambar dan patung pada masa Nabi saw. memiliki keterkaitan erat dengan:
1. Penjagaan akidah tauhid, karena masyarakat Arab ketika itu masih dekat dengan praktik penyembahan berhala.
2. Pencegahan tasyabbuh bi khalqillah, yaitu menyerupai perbuatan mencipta sebagaimana ciptaan Allah.
3. Menutup pintu kemusyrikan (sadd az-zarī‘ah).
Namun, tidak semua bentuk gambar dan patung disikapi secara mutlak. Hadis-hadis pengecualian menunjukkan bahwa larangan tersebut bersifat kontekstual, bukan absolut.
Berdasarkan tarjih terhadap dalil-dalil tersebut, maka dapat dirumuskan ketentuan hukum sebagai berikut:
- Membuat patung atau gambar makhluk bernyawa secara utuh dan tiga dimensi, yang berpotensi dikultuskan atau diagungkan, hukumnya haram.
- Gambar dua dimensi yang tidak memiliki unsur pengagungan, seperti gambar pada kain dan foto, hukumnya mubah (boleh). Foto dipandang sebagai hasil tangkapan bayangan cahaya, bukan proses mencipta.
- Gambar atau patung yang tidak sempurna bentuknya, sehingga tidak menyerupai makhluk hidup secara utuh, diperbolehkan.
- Gambar dan patung untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kemaslahatan umum, termasuk alat peraga pembelajaran, kedokteran, kepolisian, dan penelitian, hukumnya boleh, selama tidak mengandung unsur syirik, pornografi, atau pengkultusan.
Penegasan Tarjih
Dalam konteks kekinian, apabila gambar atau patung tidak lagi menjadi sarana penyembahan dan tidak merusak akidah, maka ‘illat (sebab hukum) larangan tidak terpenuhi. Oleh karena itu, penggunaan gambar, patung, dan foto sebagai alat peraga pendidikan dapat dibenarkan secara syar‘i.
Namun demikian, apabila terdapat dugaan kuat bahwa gambar atau patung tersebut akan dijadikan sarana kesyirikan, maka hukumnya berubah menjadi makruh, bahkan haram, sesuai dengan tingkat mafsadat yang ditimbulkan.
Kesimpulan
Hukum gambar dan patung dalam Islam tidak dapat dilepaskan dari tujuan syariat dalam menjaga kemurnian tauhid. Selama penggunaannya berada dalam koridor kemaslahatan, tidak mengarah pada pengagungan, dan tidak merusak akidah, maka penggunaannya—termasuk sebagai alat peraga pendidikan—diperbolehkan. Wallāhu a‘lam bish-shawāb. (*)
