Gerakan Ayah Mengambil Rapor

*) Oleh : M. Mahmud
Ketua PRM Kandangsemangkon Paciran Lamongan Jatim
www.majelistabligh.id -

Kemenag mendukung penuh GEMAR (Gerakan Ayah Mengambil Rapor), satu inisiatif nasional (berdasarkan arahan BKKBN pusat) agar para ayah hadir langsung mengambil rapor anak (PAUD-Menengah) di sekolah pada Desember 2025, untuk memperkuat bonding dan motivasi anak. Instruksinya mencakup himbauan kepada ayah untuk datang.

Poin-Poin Utama Instruksi GEMAR (Kemenag & Mitra)

  • Tujuan: Memperkuat peran ayah dalam pendidikan, meningkatkan motivasi anak, mengatasi fenomena fatherless, dan membangun keluarga lebih kuat.
  • Sasaran: Ayah dari anak usia PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA.
  • Pelaksanaan: Serentak pada periode penerimaan rapor semester ganjil Desember 2025.

Peran Masing-Masing Pihak

  • Ayah: Dihimbau untuk hadir langsung mengambil rapor anak sesuai jadwal sekolah.
  • Instansi (Pemerintah/Swasta): Memberikan dispensasi izin atau keringanan keterlambatan bagi karyawan ayah yang mengikuti GEMAR.
  • Sekolah: Menyosialisasikan gerakan ini secara masif, menyesuaikan jadwal pengambilan rapor agar ayah bisa berpartisipasi, serta membangun komunikasi yang baik dengan orang tua.
  • Kemenag (sebagai bagian dari gerakan pusat): Mengintegrasikan dan mendukung pelaksanaan GEMAR di lingkungan madrasah (sekolah di bawah Kemenag) bersama BKKBN, memastikan guru dan kepala madrasah aktif menggerakkan.

Selama ini orang tua yang mengambil rapor itu ibunya. Fenomena itu memang sangat umum terjadi. Di banyak sekolah dan madrasah, yang datang mengambil rapor hampir selalu ibu, sementara ayah jarang hadir kecuali ada masalah besar atau undangan khusus.

Karena secara data, ternyata keterlibatan ayah dalam polah asuh anak di Indonesia relatif masih rendah. Untuk meningkatkan itu dihimbau para ayah agar mengambil rapor anaknya.

Biar tahu perkembangan anaknya itu seperti apa, minat bakatnya kayak apa, nakal atau tidak. Biar sebagai kepala keluarga itu si Bapak tahu untuk mengambil keputusan yang tepat.

Ada beberapa alasan sosial–kultural yang membuat pola ini bertahan:

1. Budaya “urusan sekolah = urusan ibu”

Di banyak keluarga, pendidikan anak—mulai dari komunikasi dengan guru, WA grup, hingga ambil rapor, secara otomatis dianggap tugas ibu. Ayah lebih sering diposisikan sebagai pencari nafkah, bukan pendamping belajar.

2. Jam kerja ayah yang lebih kaku

Banyak ayah bekerja di sektor yang sulit izin, sehingga mereka merasa tidak mungkin hadir. Padahal, kehadiran ayah meski hanya 15 menit bisa memberi dampak psikologis besar bagi anak.

3. Kurangnya ajakan struktural

Sebelum ada gerakan seperti GEMAR, sekolah jarang memberi sinyal bahwa kehadiran ayah itu penting. Akibatnya, ayah tidak merasa ini bagian dari perannya.

4. Ibu lebih aktif dalam komunikasi harian

Karena ibu yang lebih sering berinteraksi dengan guru, mereka merasa lebih “paham” kondisi anak, sehingga mengambil rapor dianggap lebih natural.

Mengapa GEMAR menjadi penting?

Karena ia menggeser budaya: dari “ayah boleh hadir kalau sempat” menjadi “ayah adalah figur penting dalam pendidikan anak”. Kehadiran ayah saat ambil rapor: menguatkan harga diri anak; memberi pesan bahwa pendidikan itu urusan bersama; membangun kedekatan emosional; dan membuat ayah lebih memahami proses belajar anak

Gerakan ini bukan sekadar administratif, tapi intervensi budaya keluarga. (*)

Tinggalkan Balasan

Search