Haedar Nashir: Banyak Berebut Jadi Penentu Kehidupan, Tak Banyak Mau Jadi Pemersatu

Haedar Nashir: Banyak Berebut Jadi Penentu Kehidupan, Tak Banyak Mau Jadi Pemersatu
www.majelistabligh.id -

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyoroti fenomena bangsa yang kini dinilainya krisis nilai. Dalam pidatonya saat menerima Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI), Kamis (10/7/2025) di Jakarta, Haedar menyampaikan seruan moral tentang arah pembangunan Indonesia ke depan.

Haedar menyebut bahwa bangsa ini harus menumbuhkan kembali komitmen, integritas, dan pengabdian tinggi, sebagaimana ditunjukkan para pejuang bangsa di masa lalu. Sekarang, menurut Haedar, banyak orang berebut menjadi penentu kehidupan, namun tidak banyak berebut menjadi pemersatu kehidupan.

Ia menyinggung sosok Panglima Besar Jenderal Soedirman sebagai contoh nyata integritas dan kepemimpinan yang lahir dari kalangan Muhammadiyah.

““Jenderal Soedirman menjadi contoh ideal yang membumi tentang integritas dan pengabdian. Dalam usia muda, beliau menunjukkan kepemimpinan luar biasa dalam Perang Gerilya. Itulah teladan untuk generasi muda hari ini,” ujar Haedar.

Lebih lanjut, Haedar menegaskan bahwa nilai-nilai keindonesiaan dan Pancasila tidak boleh berhenti sebagai jargon. Ia meminta agar seluruh elemen bangsa menghidupkan nilai itu dalam kehidupan sehari-hari—bersanding dengan agama dan budaya bangsa.

“Warisan nilai itu mahal. Kita harus hidupkan dalam praksis sehari-hari, dipadukan dengan nilai agama dan budaya luhur bangsa,” tambahnya.

Haedar juga mendorong agar masa depan Indonesia dirancang secara seimbang: menggabungkan IPTEK dan nilai-nilai luhur. Menurutnya, Indonesia harus keluar dari dua jebakan ekstrem—terlalu modern hingga melupakan nilai, atau terlalu menjaga nilai hingga lupa berkembang.

“Perpaduan antara kemajuan dan nilai adalah kepentingan bersama agar kita bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain,” tuturnya.

Haedar juga menuturkan, karena lemahnya penghayatan akan nilai kejuangan maka tidak sedikit genarasi elit bangsa saat ini saling berebut pengaruh dan kuasa.

Kekuasaan, lanjut Haedar, berlebih minim penghayatan nilai Pancasila, agama, dan kebudayaan bangsa. Kehidupan pun sering retak karena politik saling rebut kuasa itu. Masyarakat menjadi pecah karena politik.

“Jadi, tidak heran bila sekarang ada gejala, banyak orang berebut menjadi penentu kehidupan, tidak banyak berebut menjadi pemersatu kehidupan,” tutup Haedar.,” ujar Haedar tajam.(*/tim)

Tinggalkan Balasan

Search