Jalan Menuju Tauhid Sejati dan Kemandirian

Jalan Menuju Tauhid Sejati dan Kemandirian

*) Oleh: Ferry Is Mirza DM

Salah satu tanda kokohnya tauhid seorang Muslim adalah kemampuannya untuk sepenuhnya menggantungkan hati kepada Allah, sambil meminimalkan ketergantungan kepada makhluk dalam kehidupannya.

Apa Maksudnya?
Maksud dari menggantungkan hati kepada Allah adalah upaya untuk:

  • Berusaha dengan tangan sendiri.
  • Menyerahkan segala urusan kepada Allah.
  • Selalu berdoa kapanpun dan di manapun.

Allah adalah Maha Kaya, dan kita sebagai makhluk sangat membutuhkan-Nya. Sebagaimana firman-Nya:

“Hai manusia, kamulah yang sangat membutuhkan Allah; dan Allah, Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir: 15)

Kemandirian sebagai Cerminan Tauhid

Islam menganjurkan umatnya untuk berusaha memenuhi kebutuhan sendiri semaksimal mungkin.

Ini bukan berarti tidak boleh meminta bantuan, tetapi dilakukan hanya ketika benar-benar diperlukan. Sikap ini tidak hanya menjaga harga diri, tetapi juga melatih kemandirian dan ketenangan hati.

Contoh Kemandirian dalam Kehidupan:

  • Berusaha mencari nafkah sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
  • Memenuhi kebutuhan yang bisa dilakukan sendiri.
  • Mengurangi kebiasaan sering meminta bantuan kepada orang lain.

Rasulullah saw mencontohkan hal ini dalam sabdanya:

“Sesungguhnya, seorang dari kalian pergi mencari kayu bakar yang dipikul di atas pundaknya itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik diberi atau tidak.” (HR. Bukhari 1470; Muslim 1042)

Nabi Daud as juga memberikan teladan luar biasa dengan memenuhi kebutuhannya dari hasil usahanya sendiri, meskipun beliau adalah seorang raja:

“Adalah Nabi Daud tidak makan, melainkan dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhari, 2073)

Catatan Penting tentang Ketergantungan

Mengurangi ketergantungan kepada makhluk bukan berarti menutup diri dari bantuan orang lain. Ada situasi-situasi wajar di mana kita tetap membutuhkan bantuan, seperti:

Mempekerjakan tenaga ahli untuk pekerjaan yang tidak dapat dilakukan sendiri.
Anak yang bergantung pada orang tua untuk pendidikan dan kebutuhan pokok.
Murid yang membutuhkan ilmu dari gurunya.

Namun, dalam setiap usaha tersebut, hati kita tetap harus bertawakal dan bergantung hanya kepada Allah.

Berusaha adalah bagian dari sunatullah, tetapi menyerahkan hasil akhir kepada Allah adalah esensi dari tawakal. Contohnya:

  • Jika ingin pintar, seseorang harus belajar dengan tekun.
  • Jika ingin sukses dalam bisnis, seseorang harus bekerja keras dan menggunakan strategi yang baik.

Namun, apa pun hasil akhirnya, seorang mukmin harus menerima dengan ikhlas, meyakini bahwa itu adalah takdir terbaik dari Allah. Sebagaimana firman-Nya:

“Lalu mereka ingkar dan berpaling; dan Allah tidak memerlukan (mereka). Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. At-Taghabun: 6)

Mengandalkan Allah dalam setiap aspek kehidupan adalah tanda tauhid yang sejati. Dengan mengurangi ketergantungan kepada makhluk dan berusaha memenuhi kebutuhan sendiri, seorang hamba akan mendapatkan ketenangan hati dan kemuliaan di tengah masyarakat.

Tetaplah bergantung kepada Allah, karena hanya Dialah tempat kembali dan tempat memohon segala sesuatu. Sebagaimana kita diajarkan dalam Surat Al-Fatihah:

“Hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.”

Semoga kita selalu mampu mengokohkan tauhid kita dengan terus berserah diri kepada Allah. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *