Tajdid atau pembaharuan dalam kerangka berpikir Muhammadiyah tidaklah kaku. Tetapi sangat terbuka untuk didiskusikan dan juga terbuka untuk berubah. Dengan demikian, pemikiran Muhammadiyah tidak pernah mengalami stagnasi di tengah perkembangan zaman.
Hal ini disampakan oleh Ustaz Ridwan Abubakar, Ketua Bidang Kemasjidan Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (MT PWM) Jatim, saat memberikan materi Perbandingan Mazhab Dakwah-Tarjih Muhammdiyah, pada AMM III di Tulungagung, Jumat (12/12/2025).
Ia menambahkan, kerangka berpikir Muhammadiyah dalam memahami Islam berdasarkan Al Quran dan As-Sunnah. Pemikiran Muhammadiyah tidak terikat pada aliran teologis, madzab fiqih, dan tariqot Sufiyah apapun. Juga bersifat independen, komprehensif dan integratif. “Dalam bidang fiqih manhaj, lebih mementingkan dalil dibanding pendapat para imam Mazhab,” kata Ustaz Ridwan.
Tajdid adalah kerangka berpikir Muhammadiyah untuk pembaharuan, dapat dibagi menjadi dua:
- Purifikasi dalam hal akidah adalah pemurnian dari syirik. Purifikasi dalam hal ibadah adalah pemurnian dari bid’ah, dan purifikasi dalam akhlak adalah pemurnian dari hal yang menyimpang.
- Dinamisasi atau modernisasi, dilakukan dalam hal keduniawian, sehingga ajaran islam dapat diaktualisasikan secara aktual dan fungsional. Bid’ah hanya ada dalam ibadah mahdoh. Sedangkan dalam wilayah budaya tidak ada bid’ah
Menurutnya, Muhammadiyah memosisikan diri sebagai islam moderat (wasatiyah) dan berada di antara 2 kutub, yakni kutub radikal dan kutub liberal, yakni tawasut/berada di tengah-tengah, dan tawazun/seimbang. Juga toleran, inklusif dan menghargai kemajemukan. Berpegang teuh pada dalil tapi tidak kaku.
Dalam prinsip Tarjih Muhammadiyah atau penilaian terhadap suatu dalil yang bertentangan untuk menentukan mana yang lebih kuat, dilakukan dengan prisip dasar:
- Berpegang pada al quran dan as sunnah
- Tidak terikat Mazhab
- Mengutamakan kemaslahan
- Bersifat tajdid dengan tujuan menghasilkan hukum yang objectif, rasional, dan dapat dipertanggungjawabkan. Membimbing umat agar beragama berdasarkan dalil, bukan taklid, dan menjadikan islam sebagai agama berkemajuan.
“Jadi dari sini sudah semakin jelas, bahwa kerangka pemikiran Muhammadiyah sangat fleksibel. Tidak ada yang kaku, dan siap melakukan pembaharuan sesuai dengan perkembangan zaman,” tandasnya. (furkan abidin/nun)
