Kerendahan Hati, Ketinggian Martabat

Kerendahan Hati, Ketinggian Martabat
*) Oleh : Ferry Is Mirza DM

Tawadhu dalam arti yang sederhana adalah rendah hati atau tidak sombong. Tawadhu dalam pandangan yang lebih luas merupakan sikap dan perbuatan manusia yang menunjukkan adanya kerendahan hati, tidak sombong dan tinggi hati, serta tidak mudah tersinggung.

Allah Subhanallahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan berendah hatilah engkau terhadap orang yang beriman.” (QS. Al-Hijr : 88)

Di ayat yang lain Allah Subhanallahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang beriman yang mengikutimu.” (QS. Asy-Syu’ara : 214-215)

Kunci utama dalam berdakwah dan bersosial kepada masyarakat adalah rendah hati.
Dan sifat inilah yang harus dimiliki oleh umat Islam siapapun orangnya.

Allah Subhanallahu Wa Ta’ala berfirman: “Adapun hamba- hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati, dan jika orang orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina ), mereka mengucapkan, “salam”. (QS. Al-Furqan : 63)

Akhlak muslim tidak membalas ucapan orang-orang jahil dengan ucapan yang menyakitkan hati, bahkan jika perlu membalasnya dengan ucapan yang baik (ini yang kadang sulit kita lakukan)

Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) karena Allah akan meninggikannya.”
(HR. Muslim 2588)

Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim 16: 142)

Tawadhu juga merupakan akhlak mulia dari alaihimush sholaatu wa salaam. Nabi Musa AS melakukan pekerjaan rendahan, membantu memberi minum pada hewan ternak dalam rangka menolong dua orang wanita yang ayahnya sudah tua renta.

Lihat pula Nabi Daud AS makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Nabi Zakariya as dulunya seorang tukang kayu. Sifat tawadhu Nabi Isa as ditunjukkan dalam perkataannya: “Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam : 32)

Lihatlah sifat mulia para nabi tersebut. Karena sifat tawadhu’, mereka menjadi mulia di dunia dan di akhirat. Orang yang rendah hati (tawadhu’) dalam berjalan dan perilaku (berbicara) tertata dan tidak mengeraskan suara (lunak)

Allah Subhanallahu Wa Ta’ala berfirman dalam dalam hadits Qudsi yang artinya: “Sesungguhnya Aku hanya menerima salat dari orang melakukannya dengan tawadhu  (merendahkan diri) karena keagunganKu, dan tidak memanjangkan lidahnya (mengumpat , mencerca) atas makhluk-Ku, dan ia tidak membiasakan diri berbuat maksiat dan kedurhakaan kepada-Ku, ia telah menghabiskan siangnya untuk ingat akan Daku, dan ia selalu mengasihani orang-orang miskin, perantau yang kehabisan bekal, dan janda-janda miskin yang membutuhkan pertolongan, dan mengasihani orang yang kemalangan. Itulah sinar cahayanya dari perbuatan orang yang Shalih, bagaikan cahaya matahari. Aku lindungi dirinya demi kebesaranKu dan Aku perintahkan menjaganya kepada MalaikatKu. Aku jadikan baginya dalam gelap gulita cahaya terang benderang, dan dalam kejahilannya rasa lapang dada, bandingannya di antara makhlukKu adalah bagaikan surga firdaus di dalam surga.” (HR. Bazzar dari riwayat Abduullah bin Waqid al-Harrani )

Allah Subhanallahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (QS. Luqman : 19)

Dalam berjalan jangan terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat. Ayat ini juga menyuruh kita berlaku sopan-santun dalam berbicara. Jangan sampai mengeluarkan kata- kata keras yang menyakitkan orang- orang yang mendengarnya.

Semoga kita dapat menyelesaikan misi di alam dunia ini dengan husnul khotimah. “Barang siapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Allah jadikan dia faham dalam urusan agamanya.” (HR. Bukhari Muslim)

Kebenaran milik Allah Subhanallahu Wa Ta’ala dan kesalahan adalah perbuatan manusia oleh karena itu apabila ada yang salah mohon dimaafkan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *