Sa’ad bin Rabi’ merupakan contoh orang Anshar yang rela membagi kekayaan kepada Abdurrahman bin Auf, serta rela memberikan salah satu istrinya kepada seorang Muhajirin ini. Sa’ad bin Rabi’ rela mendahulukan kepentingan Abdurrahman bin ‘Auf yang tidak memiliki hubungan, baik kerabat atau kolega bisnis.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Orang-orang Anshar merupakan sosok manusia yang rela hati dalam menolong saudaranya seiman. Mereka rela mengeluarkan hartanya, memberi tempat kediaman dan pertolongan kepada saudaranya yang teraniaya (Muhajirin).
Orang-orang kafir dengan gigih dan bengis melakukan perbuatan dzalim hingga bertindak di luar batas kemanusiaan. Namun Allah mengimbangi dengan menciptakan manusia dengan hati yang lembut, niat yang tulus, hingga rela menampung saudara-saudaranya secara ikhlas.
Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَا جَرُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَ مْوَا لِهِمْ وَاَ نْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَا لَّذِيْنَ اٰوَوْا وَّنَصَرُوْۤا اُولٰٓئِكَ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۗ وَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَمْ يُهَا جِرُوْا مَا لَـكُمْ مِّنْ وَّلَايَتِهِمْ مِّنْ شَيْءٍ حَتّٰى يُهَا جِرُوْا ۚ وَاِ نِ اسْتَـنْصَرُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ اِلَّا عَلٰى قَوْمٍۢ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيْثَا قٌ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Anfal : 72)
Atas pengorbanan yang begitu besar dan semata-mata karena Allah itulah, membuat hidup mereka berkah dan memberikan keberkahan kepada orang lain. Hal ini berbeda dengan kehidupan saat ini, yang mementingkan kepentingan diri dan kelompoknya, sehingga mendatangkan kesengsaraan kolektif.
Berbagai bencana dan musibah berupa banjir, longsor, yang membawa korban begitu besar, atau kemiskinan kolektif yang melanda masyarakat secara meluas, bisa jadi peringatan Allah. Musibah dan bencana ini sebagai cermin untuk memperbaiki kehidupan kita yang didominasi oleh nihilnya pengorbanan untuk kepentingan lain.
Pengambil kebijakan dan orang-orang yang hidup dalam kemapanan sibuk membahagiakan dirinya sendiri. Membahagiakan diri sendiri bukanlah kesalahan, tetapi kalau lupa sampai membahagiakan orang lain, hingga tega mengeksploitasi pihak itulah awal munculnya malapetaka kolektif yang melanda masyarakat saat ini. Keberkahan hidup benar-benar tercerabut karena hilangnya itsar. (*)