Kita Bukan Hamba Ramadan

Kita Bukan Hamba Ramadan

*) Oleh: Sigit Subiantoro
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Kediri

Ramadan selalu datang dengan pesona yang tak tergantikan. Ia mengetuk pintu-pintu hati yang mungkin telah lama tertutup oleh kesibukan dunia. Ia menyuguhkan nuansa langit yang berbeda, malam-malam menjadi hidup, dan siang menjadi ruang latihan bagi kesabaran.

Tapi selalu ada ironi yang berulang: saat Ramadan datang, semangat ibadah begitu tinggi; namun begitu ia pergi, semangat itu turut menghilang. Masjid kembali sepi, mushaf kembali tertutup, dan malam kembali sunyi.

Pasca Ramadan, banyak orang kembali pada kebiasaan lama: salat kembali terburu-buru, Al Qur’an kembali berdebu, dan hati kembali tertutup dari rasa khusyuk. Seolah-olah taat hanya berlaku pada bulan tertentu. Bahkan sebagian merasa ‘bebas’ setelah Ramadan usai, seakan Ramadan adalah penjara, dan Syawal adalah pembebasan.

Ini adalah gejala serius. Ketika ibadah tidak lagi kebutuhan ruhani, melainkan sekadar rutinitas semusim, di situlah iman mulai mengering.

Lalu kita bertanya, untuk siapa sebenarnya semua itu dilakukan? Apakah kita beribadah karena Allah, atau karena suasana Ramadan? Jika ibadah hanya tumbuh ketika Ramadan tiba, barangkali yang kita sembah bukan lagi Allah, tapi suasana Ramadan itu sendiri. Di sinilah kita perlu merenung dalam: apakah kita hamba Allah atau hanya hamba Ramadhan?

Semoga bermanfaat.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *