Maraknya AI, Paradigma Belajar Mengajar Harus Diubah

Dr. Beti Istanti Suwandayani, M.Pd. (ist)
www.majelistabligh.id -

Di tengah maraknya penggunaan Artifical Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, para pendidik dituntut tidak hanya memberi informasi, tetapi harus memahami betul mana sumber yang valid, relevan, dan layak dijadikan rujukan oleh siswa maupun mahasiswanya. Munculnya AI harus diikuti dengan perubahan paradigma proses belajar mengajar, baik oleh pendidik maupun peserta didik.

Saat ini memang banyak yang menilai bahwa AI mulai mengambil alih peran pendidik dalam proses belajar mengajar. Perkembangan teknologi ini juga mengubah dinamika pendidikan lebih cepat dari sebelumnya.

“AI itu tidak hanya mengubah cara guru mengajar, tetapi juga cara belajar siswa dan mahasiswa. Saat ini, guru bukan menjadi sumber informasi utama bagi siswa,” kata Dr. Beti Istanti Suwandayani, M.Pd., dosen prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Di balik kemudahan itu, peran pendidik tidak bisa lagi hanya sebagai penyampai materi, tetapi lebih krusialnya menjadi kurator. Dalam ekosistem pendidikan, pendidik perlu memposisikan diri sebagai pembimbing utama dalam pemanfaatannya.

Ibu Beti, panggilan akrabnya, pendidik dituntut untuk bisa menjadi learning experience designer atau mendesain pembelajaran yang adaptif sekaligus menjadi critical thinking coach. Bukan hanya sekedar memberikan jawaban, tetapi mengajak siswa atau mahasiswa bertanya dari “apa” menjadi “bagaimana” dan “mengapa”. Hal ini tentu akan melatih jiwa keterampilan analitis dan argumentasi.

Di balik kekhawatiran akan hilangnya orisinalitas akibat penggunaan AI, Ibu Beti justru melihat peluang. Menurutnya, pendidik dapat mendorong pelajar menghasilkan karya otentik meskipun memanfaatkan teknologi. Baginya, AI boleh membantu, tetapi kreativitas, intuisi, dan nilai tetap menjadi orisinalitas manusia.

“Yang paling penting Itu mendorong mereka membuat karya otentik, meskipun menggunakan atau memanfaatkan AI. Para peserta didik tetap memiliki sisi orisinalitas yang tidak bisa dibuat oleh AI,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ibu Beti berpesan bahwa penggunaan AI cukup sebagai alat untuk memperbesar potensi diri, bukan sebagai pengganti diri. Baginya, pendidikan seharusnya membentuk generasi yang bukan hanya mampu menggunakan AI, tetapi juga memahami cara kerjanya.

“Pendidikan tidak hanya mampu menerima AI tetapi mampu memanfaatkannya untuk mencerdaskan menusia secara lebih utuh. Begitupun dengan pendidik yang seharusnya bisa memanfaatkan AI untuk memajukan pendidikan sekaligus mendorong siswa-siswi agar bisa menjadi lebih baik,” tutupnya. (*/tim) 

 

Tinggalkan Balasan

Search