Mencari Pemimpin yang Siap Menderita

Bung Karno dan Agus Salim saat menjadi tahanan Belanda tahun 1949. (troppenmuseum)
*) Oleh : Chusnun Hadi
Editor majelistabligh.id
www.majelistabligh.id -

“Een Leidersweg is een lijdensweg. Leiden is lijden” (Jalan memimpin bukan jalan yang mudah. Memimpin itu menderita)

Itulah kalimat yang sangat terkenal dari Haji Agus Salim, salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia. Sepak terjangnya di dunia politik Indonesia sungguh tak terbilang, sampai Bung Karno menjuluki Haji Agus Salim sebagai ‘The Grand Old Man’.

Haji Agus Salim terlahir dengan nama Mashoedoel Haq yang berarti “pembela kebenaran” sudah mengingatkan pada kita semua, bahwa memimpin itu menderita. Pemimpin itu melayani, bukan dilayani. Sehingga kalau memahami filosofi dari kalimat Haji Agus Salim ini, kita semua akan saling menolak menjadi pemimpin, bukan saling berebut. Karena pada dasarnya manusia tidak ingin menderita.

Sebagai salah satu orator ulung dan piawai dalam berbagai bahasa, Haji Agus Salim tidak hanya pandai berkata-kata, tetapi juga memberi teladan pada semua. Leiden is lijden ia tunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Ia pernah menjadi anggota BPUPKI. Juga sebagai Menteri Luar Negeri di empat pemerintahan berbeda. Tetapi Haji Agus Salim dan keluarganya tinggal di rumah kontrakan hingga akhir hayatnya. Bahkan jas yang dipakainya penuh bekas jahitan dan tisikan, meski harus berhadapan dengan para pemimpin dunia untuk berdiplomasi.

Jadi pada hakekatnya, pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mempengaruhi orang lain menuju tujuan yang diinginkan. Seorang pemimpin biasanya memiliki keahlian dalam mengorganisasi, menginspirasi, dan memotivasi orang-orang di sekitarnya. Pemimpin yang baik juga mampu memberikan arah dan visi yang jelas untuk mencapai keberhasilan bersama.

Pemimpin sangat erat kaitannya dengan keteladanan. Dalam Al-Quran, terdapat teladan dikenal dengan sebutan uswah dan diberi kata sifat di belakangnya berupa hasanah yang artinya baik, sehingga terdapat istilah berupa “uswatun hasanah” yang berarti teladan yang baik. Dalam Islam, suri teladan yang paling sempurna terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Ahzab ayat 21 yang artinya: “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Sifat-sifat utama yang merupakan cerminan karakter Nabi Muhammad SAW adalah shiddiq (jujur dalam perkataan dan perbuatan), amanah (dapat dipercaya dalam menjaga tanggung jawab), tabligh (menyampaikan segala macam kebaikan), dan fathanah (cerdas). Nabi Muhammad SAW selalu memperlakukan orang lain dengan jujur dan adil, serta konsisten dalam perkataan dan perbuatan.

Dalam konteks politik saat ini, posisi pemimpin justru jadi rebutan, bahkan sampai menghalalkan segala cara. Tidak sedikit dana yang dikeluarkan untuk berebut menduduki posisi pemimpin. Membayar penggaung untuk memutarbalikkan fakta, menjatuhkan lawan politik, dan membranding diri bak orang yang paling bersih.

Tapi apa mau dikata, saat benar-benar terpilih menjadi pemimpin, mereka tak lagi menjadi orang yang melayani, justru minta dilayani. Bukan memberikan yang terbaik pada masyarakat, tetapi justru mengumpulkan sumber daya ekonomi sebanyak banyaknya untuk diri sendiri, keluarga dan kroninya. Sungguh mereka tidak mau memahami kalimat dari Agus Salim Leiden is lijden. Dan tidak pula meneladani Nabi Muhammad SAW, shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Maka tunggu kehancuran akan datang ke padanya. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Search