*) Oleh: Ubaidillah Ichsan, S.Pd
Korps Mubaligh Muhammadiyah (KMM) PDM Jombang
“Striving for future peace is striving for peace in the present”
(Mengupayakan untuk perdamaian di masa depan adalah usaha untuk perdamaian di saat ini)
Memaafkan adalah pekerjaan gampang-gampang susah. Tidak semua orang mau berbesar hati memaafkan kesalahan orang lain.
Allâh SWT berfirman:
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali-Imran 134)
Kata memaafkan dalam Ayat di atas, didahului dengan kata menahan amarah. Karena orang yang tidak bersedia memaafkan kesalahan orang lain, biasanya memendam amarah atau menyimpan dendam.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perdamaian memiliki makna yakni penghentian permusuhan, atau perihal damai.
Damai itu berarti tidak ada perang, tidak ada kerusuhan, aman. Damai juga berarti tenteram, tenang, keadaan tidak bermusuhan, atau rukun.
Allâh SWT berfirman:
وَنَزَعْنَا مَا فِى صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ تَجْرِى مِن تَحْتِهِمُ ٱلْأَنْهَٰرُ ۖ وَقَالُوا۟ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى هَدَىٰنَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِىَ لَوْلَآ أَنْ هَدَىٰنَا ٱللَّهُ ۖ لَقَدْ جَآءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِٱلْحَقِّ ۖ وَنُودُوٓا۟ أَن تِلْكُمُ ٱلْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka, mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran”. Dan diserukan kepada mereka: “ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan. “(QS. Al-A’raf : 43)
Jadi, memaafkan adalah suatu kualitas dan tingkatan moral tertinggi. Kalau kita memaafkan kesalahan orang lain berarti kita menutupi kesalahan orang itu dan rasa marah itu sendiri, sebab keduanya saling berkaitan dengan keikhlasan memberi maaf.
Dengan demikian, supaya bangsa ini bisa keluar dan terhindar dari berbagai krisis dalam kehidupan di segala bidang dan selamat dari musibah dan bencana, hendaklah seluruh kaum muslimin dan para penguasa saling memberi maaf.
Juga segera mencari penyelesaian dengan mengedepankan semangat ukhuwah (persaudaraan) guna membangun perdamaian di antara sesama warga negara yang hingga kini masih sering terganggu bahkan terbelah dalam persatuan pasca pemilihan legislatif, Pilkada dan Pilpres 2024.
Mudah-mudahan di awal tahun 2025 ini dapat diterapkan dalam kehidupan nyata agar rasa perdamaian dan persaudaraan selalu menyertai kita dimana pun dan kapan pun kita berada.
Semoga bermanfaat. (*)