Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Moh. Mudzakkir, PhD., menyampaikan apresiasi kepada Majelis Dikdasmen-PNF PWM Jawa Timur dan Marshall Cavendish Education Singapura atas penyelenggaraan School Leader Conference 2025 yang berlangsung di Aula Mas Mansur, Sabtu (15/11/2025). Acara ini dihadiri para kepala sekolah dan guru Muhammadiyah se-Jawa Timur.
Dalam sambutannya, Mudzakkir menekankan bahwa Aula Mas Mansur bukan sekadar ruang pertemuan, tetapi memiliki nilai historis. Nama Mas Mansur merujuk pada salah satu Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah kelahiran Surabaya yang pernah menempuh pendidikan di Mesir dan menjelajah Afrika Utara sebelum Indonesia merdeka.
“Jadi Muhammadiyah ini sudah melakukan internasionalisasi sebelum Indonesia merdeka,” ujar Mudzakkir.
Pada kesempatan itu, Mudzakkir menyampaikan terima kasih kepada Tri Turturi Farah Meswari, MBA, Regional Director Southeast Asia Marshall Cavendish Education, Singapura. Harapannya, kolaborasi ini dinilai sebagai tonggak penting yang tidak hanya simbolik, tetapi memiliki keberlanjutan.
“Saya pikir kolaborasi ini menjadi legacy bagi kedua belah pihak. Tidak hanya berhenti pada MOU, tetapi berlanjut pada masa depan,” ujarnya.
Mudzakkir memperkenalkan kepada rombongan dari Marshall Cavendish Education Singapura, bahwa dirinya sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Majelis Dikdasmen, posisi yang kini diemban Dr. Eko Hardi Ansah.
Dalam sambutannya, Mudzakkir mengajak peserta melihat praktik pendidikan di negara lain, khususnya Singapura. Negara kecil tersebut berhasil meraih skor tinggi dalam Programme for International Student Assessment (PISA) yang diselenggarakan OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development).
“Singapura tidak tiba-tiba seperti itu. Ada proses panjang yang harus kita pelajari terutama dalam mengelola pendidikan,” katanya.
Ia menegaskan bahwa meskipun kondisi geografis dan jumlah penduduk Indonesia jauh lebih besar, gagasan tentang kemajuan tetap dapat diadopsi dan dikembangkan.
Menurut Mudzakkir, warga Indonesia —khususnya Muhammadiyah— secara natural memiliki modal linguistik yang kuat. Dari modal tersebut, Mudzakkir mengajak sekolah-sekolah Muhammadiyah mengembangkan pendidikan bilingual sebagai kebutuhan masa depan.
Menurutnya, sekolah dapat menjadi laboratorium pengembangan karakter bahasa dan pusat kolaborasi internasional. Mudzakkir berharap konferensi ini tidak sekadar, berhenti pada seminar, tetapi menginspirasi perubahan nyata di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
“Tidak boleh para kepala sekolah atau guru yang senior berhenti belajar. Belajarlah hingga akhir hayat,” ujar Mudzakkir, mengutip semangat menuntut ilmu dalam ajaran Islam.
Ia menambahkan, bahwa Singapura memiliki kebijakan memberikan insentif bagi warga senior yang ingin melanjutkan studi. Sebuah hal yang patut dicontoh.
Sebagai penutup, Mudzakkir menegaskan bahwa internasionalisasi gerakan Muhammadiyah sebagaimana diputuskan pada Muktamar ke-48 harus diwujudkan melalui penguatan kualitas pendidikan dan kolaborasi global.
“Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur adalah salah satu yang konsen mendukung gerakan itu,” pungkasnya. (Afifun Nidlom)
