Muhammadiyah Rilis Aplikasi Pemantau Konflik Sosial

www.majelistabligh.id -

Dalam forum Rakernas Majelis Tabligh PP Muhammadiyah di Kota Batu, Jawa Timur, Sabtu (25/10/2025), Dr. Surwandono, M.Si., dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, memperkenalkan inovasi digital bernama Sistem Informasi Perdamaian Tabligh Muhammadiyah.

Aplikasi ini menjadi terobosan baru untuk memantau potensi konflik sosial berbasis data dan mendukung dakwah yang menebar perdamaian.

“Aplikasi ini kami kembangkan sebagai bentuk kontribusi untuk mendukung misi dakwah dan perdamaian Muhammadiyah,” ujar Dr. Surwandono

Menurutnya, sistem ini merupakan hasil replikasi dan pengembangan dari berbagai model informasi global yang bersesuaian dengan konteks sosial dan nilai dakwah Muhammadiyah. Tujuannya, membangun sistem yang kontekstual, moderat, dan berakar pada semangat kemanusiaan Islam.

Melalui aplikasi ini, tim pengembang dapat memantau dan memetakan potensi konflik sosial di tingkat nasional maupun global. Dr. Surwandono menyoroti bahwa banyak negara Islam menghadapi konflik berkepanjangan, padahal memiliki sumber daya yang melimpah.

“Negara-negara dengan potensi ekonomi besar justru sering terjebak dalam konflik sosial dan politik. Kita tidak ingin Indonesia mengulang pola yang sama,” tegasnya.

Ia menambahkan, sistem ini akan membantu memetakan tingkat kecemasan sosial, lokasi konflik, hingga durasi ketegangan yang terjadi di berbagai wilayah. Dengan data ini, dakwah bisa diarahkan secara kontekstual, sesuai kondisi sosial masyarakat setempat.

Integrasi dengan Sistem Dakwah Muhammadiyah
Sistem Informasi Perdamaian ini akan diintegrasikan dengan SITAMA (Sistem Informasi Tabligh Muhammadiyah), sehingga memudahkan Majelis Tabligh dalam mengakses data sosial, menganalisis tren, dan menyusun strategi dakwah berbasis data.

“Sistem ini akan menjadi alat bantu dai dan mubaligh untuk memahami kondisi masyarakat dan merancang pendekatan dakwah yang relevan,” terang Surwandono.

Selain itu, aplikasi juga dilengkapi fitur peta interaktif untuk menampilkan kondisi sosial di berbagai provinsi. Misalnya, area rawan konflik di Bandung yang telah dipantau lebih dari sepuluh tahun dapat dijadikan bahan evaluasi dan strategi intervensi sosial.

Surwandono mengingatkan bahwa sistem informasi ini hanya akan bermanfaat jika dijalankan dengan kejujuran dan tanggung jawab.

“Data sosial itu sensitif. Kami menolak permintaan menambahkan kategori yang bisa memicu kontroversi. Sistem ini harus jadi alat pemersatu, bukan perpecahan,” tegasnya.

Ke depan, sistem ini akan disosialisasikan ke seluruh Indonesia agar dakwah Muhammadiyah semakin kuat dalam membangun masyarakat damai, berkeadilan, dan berkemajuan.

“Kami berharap Majelis Tabligh bisa memanfaatkan teknologi ini untuk memperkuat peran dakwah yang menyejukkan dan berbasis data ilmiah,” pungkasnya. (Afifun Nidlom)

Tinggalkan Balasan

Search