*)Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Panpel (Panitia pelaksana) merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan orang yang membayar acara makan bersama dalam konteks Majelis Tabligh. Istilah ini menjadi populer di kalangan anggota Majelis Tabligh yang sering mengadakan pertemuan atau rapat yang diakhiri dengan makan-makan. Tanpa makan-makan setelah rapat seringkali disebut sahara.
Panpel
Dalam beberapa kesempatan, panpel bahkan menjadi ajang untuk mempererat hubungan antar nggota, dan bahkan terbukti bisa meningkatkan kesadaran akan pentingnya kebersamaan dalam organisasi. Dengan demikian, panpel bukan hanya menjadi tradisi, tetapi juga menjadi bagian penting dari budaya organisasi Majelis Tabligh.
Chofa dikenal sebagai orang yang sangat peka dan selalu siap menjadi panpel ketika tidak ada yang berani angkat tangan. Ia telah menjadi “korban” panpel tak terhitung jumlah. Sebagai panpel, beliau tidak pernah mengeluh dan selalu senang hati ketika menjadi panpel. Sementara itu, ada satu nama yang selalu memanas-manasi ketika rapat sahara. MT mengenalnya dengan “Kacong.” Dia merupakan maskot atau simbol penyiram energi ketika ada rapat bernuansa Sahara.
Uniknya dia tak pernah menjadi korban panpel karena selalu berhasil menghindar dari tanggung jawab menjadi panpel dengan berbagai alasan yang cerdik. Kecerdikan menjadi Panpel memang terbukti sehingga selama dua periode kepengurusan ini, dia menjadi simbol bebas sebagai panpel.
Baca juga: Harmoni Spiritual di MAJT dalam Rihlah Dakwah Majelis Tabligh PWM Jatim
Kacong memang dikenal jago dan tak diragukan kemampuannya dalam mendramatisir situasi rapat sehingga terkesan tidak menarik kalau tanpa makanan. Ia sering menggambarkan rapat tanpa makan sebagai “Sahara”, Sahara merupakan metafora untuk menggambarkan kekeringan dan ketandusan. Dengan cara ini, ia berhasil membuat peserta rapat merasa terbawa narasinya sehingga tak hadir bisa memiliki rasa gelisah, lemas, ketika mendengar narasinya lewat WA.
Ketika situasi sudah sangat genting dan terasa Saharanya, Chofa menjadi penyelamat dengan siap menjadi panpel. Hal ini tentu sangat menggembirakan anggota Majelis Tabligh. Tempat untuk menyenggarakan panpel juga tidak main-main. Seringkali yang menjadi rujukan adalah Ayla. Ayla menyediakan makanan khas Timur Tengah. Para anggota MT sudah lekat dengan menu Maqlubah. Maqlubah merupakan makanan khas arab dengan nashi Mandhi, kambing, dan sayuran wortel, terong, dan bumbu yang sangat menembus lidah siapapun. Ayla bertempat di jalan Mas Mansur, Kawasan Ampel Surabaya.
Spirit Panpel
“Korban” panpel pun banyak dan hampir semuanya, di antaranya KB, SB, Walmuja, BS, IBU, Abah Shol, dan orang penting lainnya. Namun, ada beberapa anggota yang sudah tahu bahwa mereka akan menjadi target panpel sehingga mereka lebih siap dan bisa menghindar. Mereka ini bukan kaleng-kaleng, jadualnya padat. Dengan alasan jadual padat, bisa terhindar menjadi panpel.
Namun hampir semua anggota sepakat bahwa Panpel menyenangkan dan membangkitkan semangat sehingga semua bergembira bila ada acara dengan makan-makan hingga melimpah. Ketika ada yang spesialis membungkus, sering disebut AT. Dengan alasan memiliki anak yatim di rumahnya sehingga aksinya halus, mempesona dan terkesan agamis. Pihak panpel pun semakin senang dengan aksi borong ini.
Meskipun demikian, sistem panpel ini ternyata memiliki dampak positif pada organisasi Majelis Tabligh. Dengan adanya panpel, roda organisasi menjadi lebih cair dan guyup. Segala kebijakan organisasi dapat berjalan dengan lancar berkat acara panpel ini. Panpel menjadi semacam tradisi yang mempererat hubungan antaranggota dan membuat pertemuan menjadi lebih menyenangkan.
Dalam konteks ini, panpel bukan hanya tentang siapa yang membayar makan, tetapi juga tentang bagaimana kebersamaan dan solidaritas antaranggota dapat terjalin dengan baik. Dengan adanya panpel, anggota Majelis Tabligh dapat lebih bersemangat dalam menjalankan aktivitas organisasi dan lebih kompak dalam mengambil keputusan.
Dalam akhirnya, panpel menjadi salah satu faktor yang membuat Majelis Tabligh tetap eksis dan berjalan dengan baik. Dengan kebersamaan dan solidaritas yang terjalin melalui panpel, organisasi ini dapat terus berkembang dan menjadi contoh bagi organisasi lainnya. Oleh karena itu, panpel bukan hanya menjadi tradisi, tetapi juga menjadi bagian penting dari identitas Majelis Tabligh.
Semoga yang menjadi panpel hidupnya semakin berkah. Betapa tidak, dengan menjadi panpel bukan perkara ringan. Butuh effort dan semangat untuk membesarkan organisasi serta menghidupkan roda organisasi. (*)
Surabaya, 2 Mei 2025.
