Ramadan: Saatnya Jiwa Memimpin, Nafsu Menunduk

Ramadan: Saatnya Jiwa Memimpin, Nafsu Menunduk

Ketua Divisi Falaq Hisab Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Drs. Akh Mukarram, M.Hum menyampaikan Tausiyah Ramadan di Masjid Al Badar, Jalan Kertomenanggal, Surabaya, Jumat (7/3/2025) malam.

Dia mengatakan, Potensi-potensi yang bersifat destruktif dalam bahasa disebut dengan hawa nafsu, yang setiap orang pasti memilikinya.

“Oleh karena itu, tidak ada manusia yang seratus persen baik, karena manusia memiliki hawa nafsu yang cenderung mengarah kepada keburukan,” katanya.

Maka, imbuh dia, di dunia ini tidak ada orang yang tidak pernah berbuat salah, baik dosa besar maupun kecil. Bahkan para nabi dan rasul pun memiliki potensi ini, hanya saja mereka diberi kelengkapan sifat maksum, yakni terjaga dari kemungkinan melakukan kesalahan.

“Jika pun terjadi kesalahan, mereka langsung ditegur oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,” ujar Ustaz Mukarram .

Dia lalu menyebut sebagai contoh, pada suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menerima utusan dari kepala-kepala suku. Saat itu, seorang sahabat muda, Abdullah bin Ummi Maktum, datang untuk berkonsultasi dengan Rasulullah.

Rasulullah mempersilakannya masuk, namun beliau sedikit bermuka masam. Sikap ini pun langsung ditegur oleh Allah dengan menurunkan Surah Abasa:

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang kepadanya…” (QS. Abasa: 1-2).

Sejak saat itu, setiap kali Rasulullah bertemu dengan Abdullah bin Ummi Maktum, beliau selalu menyapanya dengan salam khas: “Assalamu’alaikum warahmatullahi.” Ini menunjukkan bagaimana Rasulullah langsung menerima teguran dari Allah dan memperbaiki sikapnya.

Contoh lain, sebut Ustaz Mukarram, adalah ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sedang melaksanakan shalat malam. Tanpa beliau sadari, di kaki beliau terdapat najis. Malaikat Jibril pun datang dan memberitahunya.

Rasulullah segera menghentikan salatnya, bersuci, lalu melanjutkan kembali. Ini menegaskan bahwa meskipun para nabi memiliki potensi berbuat salah, mereka langsung mendapatkan koreksi dari Allah.

“Sebagai manusia, kita diberi amanah sebagai khalifah di bumi. Allah melengkapi kita dengan dua potensi dasar: hawa nafsu yang cenderung destruktif dan sifat takwa yang membimbing kepada kebaikan.  Keduanya selalu eksis dalam kehidupan kita, dan manusia harus mampu mengendalikannya,” ,” terang Ustaz Mukarram

Dia lalu menerangkan bawah Rasulullah pernah bersabda bahwa keimanan itu naik turun. Ada masa ketika iman seseorang tinggi, ada pula saat iman itu menurun.

Ketika seseorang lebih didominasi oleh hawa nafsunya, maka perbuatannya akan cenderung buruk. Contohnya, banyak kasus korupsi yang dilakukan oleh orang-orang berpangkat tinggi karena mereka tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya.

“Sebaliknya, jika seseorang lebih didominasi oleh takwa, maka kehidupannya akan lebih terarah dan penuh kebaikan,” cetus Ustaz Mukarram.

Dia lantas menjelaskan bahawa puasa dalam Islam memiliki makna menahan diri. Secara etimologi, kata shiyam berarti menahan diri dari segala sesuatu yang berhubungan dengan hawa nafsu.

Oleh karena itu, dalam menjalankan kehidupan, kita harus mampu mengontrol hawa nafsu agar tidak mendominasi diri kita. Sebab, jika manusia hanya mengikuti hawa nafsunya, maka ia akan kehilangan arah dan cenderung melakukan keburukan.

“Berbeda dengan manusia, malaikat tidak memiliki hawa nafsu. Mereka adalah makhluk yang diciptakan untuk selalu taat kepada Allah dan tidak pernah membangkang perintah-Nya. Oleh karena itu, manusia harus tetap berjuang mengendalikan dirinya agar tidak terjebak dalam dominasi hawa nafsu,” jabar Ustaz Mukarram.

Maka, imbuh dia, dalam kehidupan ini, kita harus selalu berusaha untuk kembali kepada fitrah kita sebagai hamba Allah. Bulan Ramadan adalah salah satu momen terbaik untuk melatih diri dalam mengendalikan hawa nafsu.

“Sebab, ibadah-ibadah yang dilakukan di bulan suci ini memiliki nilai yang sangat besar dalam membentuk pribadi yang lebih baik dan lebih dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,” pungkas Ustaz Mukarram. (wh)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *