Risalah Nabi Muhammad Sebagai Pendorong Transformasi Peradaban

Risalah Nabi Muhammad Sebagai Pendorong Transformasi Peradaban

Risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw merupakan kekuatan dahsyat dalam sejarah peradaban manusia. Ajaran Islam yang beliau bawa tidak hanya berfungsi sebagai pedoman spiritual semata, tetapi juga sebagai instrumen transformasi sosial yang mampu mengubah tatanan masyarakat jahiliyah menjadi sebuah peradaban yang maju dan berkeadaban.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, dalam acara Silaturahmi dan Buka Bersama Departemen Radiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) yang digelar secara daring pada Jumat (14/3/2025), menekankan bahwa ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw membawa dampak luar biasa dalam perubahan peradaban manusia.

“Masyarakat Arab pra-Islam yang sebelumnya hidup dalam era jahiliyah, dengan kebiasaan menyembah berhala, menindas kaum perempuan, menyelesaikan konflik melalui peperangan, serta menerapkan praktik ekonomi berbasis riba, berhasil diubah menjadi sebuah masyarakat yang lebih beradab dan berkeadilan,” katanya seperti dilansir di laman resmu PP Muhammadiyah, Sabtu (15/3/2025).

Haedar menegaskan bahwa transformasi yang dihadirkan oleh Islam tidak hanya sebatas perubahan sosial, tetapi juga membangun struktur masyarakat yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

“Kota Madinah, yang menjadi pusat pemerintahan Nabi Muhammad saw, berkembang menjadi model peradaban yang mencerahkan dan menjadi fondasi bagi kebangkitan peradaban Islam yang kemudian berpengaruh terhadap perkembangan peradaban dunia, termasuk peradaban Barat modern,” paparnya.

Menurut Haedar, agama tidak hanya hadir sebagai norma yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga sebagai kekuatan yang mendorong perubahan sosial dan peradaban. Dalam konteks ini, Islam berperan sebagai agama yang memberikan arah bagi umat manusia untuk mencapai kemajuan yang tidak hanya bersifat material tetapi juga spiritual.

“Transformasi yang dibawa oleh Islam melibatkan berbagai aspek kehidupan, mulai dari sosial, ekonomi, politik, hingga budaya. Perubahan ini tidak hanya berpengaruh dalam jangka pendek, tetapi juga memberikan fondasi yang kuat bagi perkembangan umat manusia sepanjang sejarah,” terang Haedar.

Selain perubahan dalam tatanan sosial, risalah kenabian juga memiliki dimensi spiritual yang sangat mendalam. Salah satu contoh nyata dari transformasi ruhani yang diajarkan dalam Islam adalah ibadah puasa. Haedar menekankan bahwa puasa bukan sekadar perubahan pola makan atau aktivitas harian, tetapi lebih dari itu, puasa merupakan proses pembentukan diri yang mencakup aspek kalbu, akal, dan kebiasaan menuju arah yang lebih baik. Tujuan akhirnya adalah mencapai derajat ketakwaan yang lebih tinggi.

Haedar mengingatkan bahwa puasa tidak boleh hanya menghasilkan rasa lapar dan haus semata. Sebaliknya, puasa harus menjadi sarana untuk mengendalikan hawa nafsu serta melatih diri dalam mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi.

Dalam hal ini, beliau mengutip pemikiran Imam Ghazali yang membagi puasa menjadi dua tingkatan, yaitu puasa khusus dan puasa super istimewa. Puasa khusus adalah puasa yang dijalankan sebagaimana umumnya umat Islam, sementara puasa super istimewa atau “mindful fasting” adalah puasa yang dilakukan dengan penuh kesadaran akan tubuh dan jiwa, sehingga mampu menghasilkan perubahan yang lebih mendalam dalam diri seseorang.

“Mindful fasting adalah puasa yang dilakukan dengan kesadaran penuh terhadap tubuh dan jiwa kita, sehingga puasa tidak hanya menjadi rutinitas ibadah, tetapi juga alat untuk mengubah jiwa agar tetap memiliki hati yang bersih (kalbun salim), pikiran yang sehat (ahlu salim), serta sikap dan tindakan yang saleh,” ujarnya.

Lebih lanjut, Haedar menjelaskan bahwa transformasi spiritual yang lahir dari ibadah puasa seharusnya tidak hanya berdampak pada diri sendiri, tetapi juga harus menjadi pendorong bagi setiap muslim untuk menebar kebaikan dan manfaat bagi masyarakat secara luas. Esensi dari eksistensi seorang muslim adalah kebermanfaatannya bagi orang lain, baik melalui tindakan besar maupun kecil yang dilakukan secara konsisten.

Dalam konteks membangun peradaban maju, setiap individu Muslim diharapkan memiliki kontribusi nyata dalam kehidupan sosial. Baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, maupun sektor lainnya, seorang Muslim sejati adalah mereka yang mampu memberikan maslahat dan manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

“Dengan demikian, puasa dan ibadah lainnya tidak hanya menjadi aktivitas ritual, tetapi juga menjadi sarana transformasi yang berkelanjutan dalam membangun peradaban yang lebih baik,” tegas Haedar.

Dengan memahami makna mendalam dari risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, umat Islam diharapkan dapat terus menginternalisasi ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mampu membawa perubahan baik dalam diri sendiri maupun masyarakat secara luas.

“Transformasi yang dimulai dari individu yang bertakwa akan menjadi pondasi kuat bagi peradaban yang lebih maju, berkeadilan, dan berlandaskan nilai-nilai luhur kemanusiaan,” ungkas dia. (*/wh)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *