Salat Tanpa Gas Pol: Belajar Khusyuk dari Kehidupan

Salat Tanpa Gas Pol: Belajar Khusyuk dari Kehidupan

*) Oleh: Ubaidillah Ichsan, S.Pd,
Korps Mubaligh Muhammadiyah (KMM) PDM Jombang

“Watch your prayers. Because when you lose it, you will lose another.”
(Jagalah salatmu. Karena ketika kamu kehilangannya, kamu akan kehilangan yang lainnya)

Salat adalah ibadah yang sangat penting dalam Islam. Mengerjakan shalat dengan tergesa-gesa dan tidak khusyuk bisa mengurangi nilai ibadah dan bahkan berpotensi menimbulkan dosa.

Hal ini dijelaskan dalam hadis riwayat Abu Hurairah:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَدَخَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَرَدَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَلَيْهِ السَّلاَمَ فَقَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ » فَصَلَّى ، ثُمَّ جَاءَ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ » . ثَلاَثًا . فَقَالَ وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ فَمَا أُحْسِنُ غَيْرَهُ فَعَلِّمْنِى . قَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا

“Dari Abu Hurairah, Nabi Saw ketika masuk masjid, maka masuklah seseorang lalu ia melaksanakan salat. Setelah itu, ia datang dan memberi salam pada Nabi saw, lalu beliau menjawab salamnya. Beliau berkata, “Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah salat.” Lalu ia pun shalat dan datang lalu memberi salam pada Nabi saw. Beliau tetap berkata yang sama seperti sebelumnya, “Ulangilah salatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah salat.” Sampai diulangi hingga tiga kali. Orang yang jelek salatnya tersebut berkata, “Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan salat sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!” Rasulullah saw lantas mengajarinya dan bersabda, “Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Al Qur’an yang mudah bagimu. Lalu ruku’lah dan sertai thuma’ninah ketika ruku’. Lalu bangkitlah dan beri’tidallah sambil berdiri. Kemudian sujudlah sertai thuma’ninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil thuma’ninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thuma’ninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap salatmu.” (HR.Bukhari No.793 dan Muslim No.397)

Makna hadits di atas menjelaskan bahwa pekerjaan yang dilakukan dengan terburu- buru biasanya hasilnya tidak maksimal.

Begitu pula dalam ibadah. Jangan shalat terburu- buru, karena shalat sarana komunikasi antara seorang hamba dengan Rabb. Nabi Muhammad saw bersabda:

إن أحدكم إذا قام في صلاته فإنه يناجي ربه

“Sesungguhnya apabila salah seorang menunaikan shalat, maka dia sedang bermunajat (berbisik) kepada Rabbnya.” (HR.Bukhari No.500)

Maka seyogianya kita Lebih bisa menyadarkan diri ketika melaksanakan shalat, bahwa kita akan menghadap Tuhan Sang Pencipta.

Tentunya segala adab dan penghormatan harus kita lakukan karena yang kita hadapi bukan sembarang orang, melainkan tuhan yang menciptakan kita, yaitu Allâh SWT.

Dalam hadis riwayat Ahmad dikisahkan:

حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ حَدَّثَنَا الْحَارِثُ بْنُ يَزِيدَ عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عُثْمَانَ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ هَانِئِ بْنِ مُعَاوِيَةَ الصَّدَفِيِّ حَدَّثَهُ قَالَ حَجَجْتُ زَمَانَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَجَلَسْتُ فِي مَسْجِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا رَجُلٌ يُحَدِّثُهُمْ قَالَ كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَأَقْبَلَ رَجُلٌ فَصَلَّى فِي هَذَا الْعَمُودِ فَعَجَّلَ قَبْلَ أَنْ يُتِمَّ صَلَاتَهُ ثُمَّ خَرَجَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ هَذَا لَوْ مَاتَ لَمَاتَ وَلَيْسَ مِنْ الدِّينِ عَلَى شَيْءٍ إِنَّ الرَّجُلَ لَيُخَفِّفُ صَلَاتَهُ وَيُتِمُّهَا قَالَ فَسَأَلْتُ عَنْ الرَّجُلِ مَنْ هُوَ فَقِيلَ عُثْمَانُ بْنُ حُنَيْفٍ الْأَنْصَارِيُّ

“Dari Bara` bin Utsman Al-Anshari dari Hani` bin Mu ‘awiyah Ash Shadafi bahwa ia menceritakan kepadanya, dia berkata, ‘Saya pernah menunaikan haji pada zaman Utsman bin Affan, lalu saya duduk di Masjid Nabi saw, lalu ada seorang laki-laki sedang menceritakan (hadits) kepada mereka’. Ia berkata, ‘Pada suatu hari kami berada di sisi Rasulullah saw, lalu datanglah seorang laki-laki dan shalat di tiang ini dengan tergesa-gesa sebelum menyempurnakan shalatnya, lalu ia pun keluar.’ Maka Rasulullah saw bersabda, ‘Sungguh, sekiranya orang ini meninggal, maka ia tidak akan mempunyai bagian dari agama ini sedikitpun. Sesungguhnya seorang laki-laki hendaklah meringankan salatnya dan juga menyempurnakan (pelaksanaannya).’ Hani` bin Mu ‘awiyah berkata, ‘Lalu saya bertanya perihal laki-laki itu, tentang siapakah ia sebenarnya. Maka dikatakanlah bahwa dia adalah Utsman bin Hunaif Al Anshari.”(HR. Ahmad No. 16606)

Hadis di atas mengisyaratkan kepada kita untuk melaksanakan salat dengan penuh ketenangan dan tidak terburu-buru.

Boleh saja kita mempercepat shalat jika ada hajat yang mendesak. Namun, tetap harus melengkapi segala rukun yang diwajibkan. Baik Thuma’niah (diam sejenak) atau bacaan-bacaan yang lain.

Karena, Nabi Sangat tidak menyukai sesorang yang shalatnya tergesa-gesa. Bahkan, Nabi pernah meminta seorang sahabat untuk mengulang shalatnya dikarenakan rukunnya belum sempurna.

Inti dari hadis di atas adalah peringatan tegas kepada orang yang melaksanakan shalat secara cepat dan tergesa-gesa.

Semisal, pada salat Tarawih betapa banyak ditemukan di kalangan kita yang mana salat tarawihnya sangat cepat. Hingga, tidak menutup kemungkinan salah satu rukunnya Tertinggal. Maka, perlu kiranya kita menyadarkan umat akan hal ini. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *