The Real Muhammadiyah: Strategi Pengembangan Cabang, Ranting, dan Masjid untuk Dakwah yang Lebih Kuat

www.majelistabligh.id -

Ketua Lembaga Pengembangan Cabang, Ranting, dan Pembinaan Masjid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LPCRPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah), H. Muhammad Jamaludin Ahmad, S.Psi., Psikolog., menegaskan pentingnya penguatan struktur paling bawah Persyarikatan sebagai ujung tombak gerakan dakwah.

Dalam pandangannya, Cabang, Ranting, dan Masjid Muhammadiyah (CRM) bukan sekadar pelengkap organisasi, melainkan “The Real Muhammadiyah”,  wajah nyata dari gerakan Islam berkemajuan yang selama ini hidup dan berkembang di tengah masyarakat.

“Cabang, Ranting, dan Masjid Muhammadiyah adalah The Real Muhammadiyah. Di sanalah jantung kehidupan dakwah Persyarikatan ini berdetak. Kalau ingin melihat Muhammadiyah yang sejati, jangan lihat gedung pusat atau elitnya, tapi lihat aktivitas dakwah di ranting dan masjidnya,” tegas Jamaludin saat memberi paparan dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) LPCRPM PWM Jatim di Aula Mas mansur, Jalan Kertomenanggal IV/1, Surabaya, pada Sabtu (10/5/2025).

Pernyataan itu bukan tanpa dasar. Menurutnya, justru dari struktur terendah dalam organisasi inilah keberlanjutan dakwah Islam dapat terwujud secara otentik. Ia melihat bahwa penguatan CRM adalah proyek strategis Persyarikatan, bukan sekadar program rutin tahunan.

“Ketika kita bicara CRM, ini bukan hanya soal data kelembagaan. Kita bicara tentang denyut nadi dakwah, tentang bagaimana Islam bisa menyatu dengan denyut kehidupan masyarakat sehari-hari,” ujarnya.

Jamaludin menyampaikan, LPCRPM saat ini memiliki sejumlah target penguatan kelembagaan: antara lain menargetkan 60 persen kecamatan di Indonesia berdiri PCM, 40 persen desa/kelurahan berdiri PRM, dan 50 persen Cabang dan Ranting yang saat ini ada menjadi aktif kembali.

Selain itu, masing-masing PWM, PDM, PCM, dan PRM juga diharapkan memiliki satu masjid percontohan yang benar-benar makmur dan mampu memakmurkan jamaahnya.

“Ini bukan target yang mengawang-awang. Ini target realistis yang harus kita gerakkan dengan sistematis, dengan peta jalan yang jelas,” tandasnya.

Dia  menekankan bahwa penguatan CRM bukan kerja satu majelis, tapi kerja kolektif seluruh entitas Persyarikatan. Karena itu, ia mengusulkan adanya “sinergi gerakan” antara pimpinan, majelis, lembaga, ortom, dan amal usaha Muhammadiyah agar arah gerakan lebih terkoordinasi dan berdampak luas.

“Selama ini kadang kita kerja sektoral, masing-masing berjalan sendiri. Nah, sekarang saatnya bersinergi. Jangan sampai Ranting-nya jalan sendiri, AUM-nya punya agenda sendiri, pimpinan daerahnya juga tak paham medan dakwahnya,” kata Jamaludin.

Salah satu bentuk sinergi itu adalah menjadikan masjid sebagai titik sentral aktivitas dakwah. Masjid, dalam pandangan LPCRPM, bukan sekadar tempat salat, tapi episentrum gerakan dakwah, pendidikan, pemberdayaan, dan kaderisasi.

“Masjid Muhammadiyah harus makmur, dan memakmurkan. Jangan hanya ramai di Ramadan, tapi sepi di bulan-bulan lain. Kita ingin masjid kita jadi pusat transformasi sosial,” ucap Jamaludin.

Dia mencontohkan beberapa masjid Muhammadiyah yang sudah menjadi pusat pelayanan umat. Ada yang memiliki koperasi jamaah, ada yang menyelenggarakan klinik kesehatan, taman pendidikan Al-Qur’an, hingga menjadi tempat penguatan ekonomi lokal berbasis jamaah.

Lebih lanjut, Jamaludin menyatakan bahwa Ranting Muhammadiyah akan hidup jika ada aktivitas keagamaan yang kuat, pengajian yang rutin, dan budaya amal yang menggembirakan.

“Ruh dari Ranting Muhammadiyah adalah pengajian yang subur, masjid yang makmur, budaya memberi yang ikhlas, dan semangat gotong royong yang hidup. Kalau ini berjalan, maka tidak hanya warga Muhammadiyah yang merasakan manfaatnya, tapi masyarakat sekitar pun akan merasakan kehadiran Persyarikatan,” jelasnya.

Namun ia juga menekankan pentingnya profesionalitas dalam pengelolaan organisasi, bahkan di tingkat Ranting. Rapat rutin, program kerja yang jelas, hingga evaluasi berkala adalah budaya organisasi yang harus dijaga.

“Jangan anggap enteng struktur Ranting. Di sinilah latihan kepemimpinan dan manajemen organisasi sesungguhnya. Kalau Ranting bisa tertib administrasi, punya program dakwah, dan ada evaluasi berkala, itu sudah luar biasa,” paparnya.

Dia menyinggung tentang pentingnya keteladanan pimpinan dalam menghidupkan CRM. Bagi Jamaludin, kepemimpinan di Muhammadiyah bukan hanya soal posisi struktural, tetapi soal pengaruh moral dan spiritual.

“Pimpinan itu harus jadi teladan. Jangan hanya memberi instruksi, tapi harus bisa menunjukkan arah. Pimpinan harus turun, hadir di tengah masyarakat. Dakwah itu butuh wajah yang ramah dan tangan yang memberi,” ungkapnya.

Jamaludin juga mengapresiasi tumbuhnya semangat filantropi Islam di lingkungan Muhammadiyah. Menurutnya, gerakan infaq, sedekah, zakat, dan wakaf yang digerakkan dari bawah akan menjadi fondasi penting kemandirian Persyarikatan.

“Kalau masjid-masjid kita hidup dari infak jamaah, kalau program ranting dibiayai oleh warga, itu bukti bahwa Muhammadiyah kuat dari bawah. Kita tidak tergantung ke mana-mana,” ujarnya.

Di sisi lain, ia melihat bahwa pesantren Muhammadiyah kini mulai berkembang menjadi pusat kaderisasi yang menjanjikan. Dari sinilah ia berharap akan lahir generasi muda Muhammadiyah yang punya keunggulan moral, spiritual, dan intelektual.

“Pesantren kita adalah harapan masa depan. Kita butuh ulama-intelektual yang lahir dari rahim Muhammadiyah, yang paham akar budaya lokal tapi juga melek isu global,” kata Jamaludin menutup pembicaraan.

Dengan seluruh kekuatan yang sedang dibangun — mulai dari CRM yang aktif, masjid yang makmur, filantropi yang bergairah, hingga kaderisasi yang terstruktur — Muhammadiyah dinilai akan mampu menghadapi tantangan zaman dengan tetap berpijak pada kekuatan ideologi dan semangat tajdid-nya. (wh)

Tinggalkan Balasan

Search