Transformasi CFO: Dari Financial Guard ke Penggerak Inovasi

Transformasi CFO: Dari Financial Guard ke Penggerak Inovasi

*) Oleh: Dr. Anwar Hariyono
Wakil Rektor Sumber Daya Universitas Muhammadiyah Gresik

Dalam dunia bisnis yang semakin dinamis, inovasi menjadi faktor utama dalam menjaga daya saing perusahaan. Sayangnya, banyak yang masih menganggap Chief Financial Officer (CFO) sebagai penghambat inovasi, hanya berfokus pada pengendalian biaya dan kepatuhan keuangan. Padahal, CFO memiliki peran strategis dalam mendorong inovasi serta pertumbuhan bisnis.

Menurut laporan McKinsey, CFO dapat memainkan peran penting dalam inovasi melalui lima langkah utama. Pertama, CFO harus mengintegrasikan tujuan inovasi ke dalam strategi pertumbuhan perusahaan. Mereka tidak hanya bertugas menekan biaya, tetapi juga membangun struktur keuangan yang memungkinkan eksplorasi ide-ide baru.

Inovasi tidak hanya menjadi tanggung jawab divisi R&D atau teknologi. CFO memiliki akses ke data dan wawasan keuangan yang dapat membantu mengidentifikasi proyek dengan potensi besar serta menyelaraskan strategi bisnis sesuai kebutuhan.

Kedua, CFO harus terlibat aktif dalam menguji asumsi bisnis di balik proyek inovasi. Banyak inisiatif baru yang gagal karena didasarkan pada asumsi yang tidak teruji. CFO dapat menjadi mitra strategis yang memastikan kelayakan finansial dan prospek jangka panjang dari inovasi tersebut.

Ketiga, Budget perusahaan harus lebih fleksibel dan adaptif terhadap perubahan. Inovasi bersifat dinamis dan sering kali mengalami perubahan yang tidak terduga. Dengan sistem pendanaan yang lebih responsif, perusahaan dapat lebih cepat menangkap peluang pasar.

Banyak perusahaan besar kini menerapkan corporate venture capital (CVC), yaitu strategi investasi di mana perusahaan besar berperan sebagai pemodal bagi startup atau proyek inovatif. Strategi ini memungkinkan perusahaan mengalokasikan budget khusus untuk inovasi dengan mendukung inisiatif berisiko tinggi tetapi berpotensi besar. CVC juga menjadi cara efektif bagi perusahaan untuk mengakses teknologi baru, model bisnis yang berkembang, serta memperluas jangkauan pasar.

Selain itu, pendekatan pendanaan berbasis milestone semakin populer. Dengan metode ini, pendanaan proyek inovasi diberikan secara bertahap berdasarkan pencapaian tertentu. Hal ini memungkinkan perusahaan menyesuaikan investasi mereka berdasarkan hasil nyata dari proyek inovasi tersebut.

Keempat, CFO harus mengembangkan metrik khusus dalam menilai keberhasilan inovasi. Mengukur Return on Investment (ROI) untuk proyek inovasi tidak bisa menggunakan metode konvensional seperti proyek bisnis biasa. Faktor seperti loyalitas pelanggan, dampak ESG (lingkungan, sosial, dan tata kelola), serta kecepatan pengembangan produk perlu diperhitungkan.

Sebagai contoh, perusahaan yang mengembangkan produk berbasis AI atau teknologi baru mungkin sulit melihat keuntungan dalam jangka pendek. Namun, keberhasilan dapat diukur melalui peningkatan interaksi pelanggan, pertumbuhan pangsa pasar, atau jumlah iterasi produk yang sukses.

Kelima, CFO perlu meningkatkan kapabilitas tim keuangan agar lebih memahami inovasi. Program rotasi antara divisi keuangan dan unit bisnis lain dapat membantu memperluas perspektif dan meningkatkan keterlibatan dalam proses inovasi. Selain itu, CFO dapat mendorong digitalisasi dalam operasional keuangan untuk meningkatkan efisiensi dan membuka peluang inovasi dalam proses bisnis.

Selain hambatan finansial, ada pula tantangan non-finansial yang dapat menghambat inovasi. Salah satunya adalah resistensi budaya perusahaan terhadap perubahan. Banyak organisasi masih terjebak dalam pola pikir konservatif dan takut mengambil risiko. Selain itu, birokrasi yang terlalu kaku sering menjadi penghalang dalam pengambilan keputusan inovatif.

Hambatan lain adalah kurangnya kolaborasi lintas departemen. Inovasi sering kali membutuhkan sinergi antara berbagai fungsi dalam perusahaan, tetapi silo antar departemen menjadi kendala serius. Kurangnya keterampilan digital di kalangan tenaga kerja juga memperlambat adopsi teknologi baru.

Untuk mengatasi tantangan ini, CFO dapat bekerja sama dengan Chief Technology Officer (CTO) dan Chief Innovation Officer (CIO) dalam membangun lingkungan kerja yang lebih terbuka terhadap inovasi. Mengadakan forum diskusi lintas departemen, memberikan insentif bagi karyawan yang mengajukan ide baru, serta membentuk tim inovasi khusus adalah langkah-langkah yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keterlibatan seluruh organisasi.

Studi Kasus: CFO sebagai Pendorong Inovasi

Beberapa perusahaan telah membuktikan bahwa CFO dapat berperan aktif dalam inovasi. Misalnya, di perusahaan teknologi seperti Microsoft dan Google, CFO berperan penting dalam mengalokasikan sumber daya untuk penelitian dan pengembangan produk baru. Di sektor manufaktur, CFO Tesla turut merancang strategi investasi yang mendukung pengembangan teknologi baterai yang lebih efisien.

Di Indonesia, beberapa startup berkembang pesat karena peran CFO yang lebih dari sekadar pengelola keuangan. Mereka tidak hanya mengatur arus kas dan pendanaan, tetapi juga terlibat dalam analisis tren pasar serta pengambilan keputusan strategis.

Perusahaan yang masih melihat CFO sebagai penghambat inovasi perlu mengubah perspektifnya. Dengan peran yang lebih proaktif dan strategis, CFO dapat menjadi motor penggerak inovasi yang menghubungkan visi jangka panjang dengan kenyataan finansial perusahaan. Saatnya CFO bertransformasi dari sekadar pengawas budget menjadi mitra utama dalam inovasi.

Di era bisnis yang terus berkembang, kemampuan berinovasi menjadi kunci keberhasilan jangka panjang. CFO yang mampu berpikir strategis, berkolaborasi lintas fungsi, serta memanfaatkan teknologi baru akan menjadi aset berharga bagi perusahaan mereka. Inovasi bukan hanya tanggung jawab satu departemen, melainkan upaya kolektif yang membutuhkan dukungan penuh dari seluruh jajaran eksekutif, termasuk CFO. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *