Berdasarkan sabda Rasulullah saw, zakat fitri harus ditunaikan sebelum salat Idulfitri dilaksanakan. Hal ini ditegaskan dalam beberapa hadis sahih. Dari Ibnu ‘Abbās, Rasulullah mewajibkan zakat fitri sebagai penyucian bagi yang berpuasa dan santunan bagi orang miskin (HR Abu Dawud).
Sementara dari Ibnu ‘Umar, beliau memerintahkan zakat fitri diserahkan sebelum orang-orang berangkat salat Id (HR al-Bukhari dan Muslim). Ketegasan ini menunjukkan bahwa waktu menjadi elemen krusial dalam keabsahan zakat fitri.
Namun, realitas di lapangan tak selalu sederhana. Setelah zakat fitri dikumpulkan di suatu daerah, terkadang masih ada kelebihan yang perlu disalurkan ke wilayah lain. Proses ini sering menemui kendala: waktu yang terbatas, jarak yang jauh, atau sarana transportasi yang tak memadai.
Bayangkan sebuah desa terpencil dengan jalanan berlumpur dan minim kendaraan, bagaimana panitia bisa menyalurkan zakat fitri tepat waktu? Akibatnya, penyaluran baru terlaksana setelah salat Idulfitri selesai.
Lantas, apakah zakat fitri yang sudah diserahkan sebelum salat Id menjadi tidak sah hanya karena distribusinya terlambat?
Di sinilah Islam menunjukkan keluwesannya. Allah SWT tidak pernah menghendaki kesulitan bagi hamba-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS al-Baqarah [2]: 185).
Juga ditegaskan:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS al-Baqarah [2]: 286).
Prinsip ini diperkuat kaidah fikih:
المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيرَ
“Suatu kesulitan menarik adanya kemudahan.”
Artinya, jika ada hambatan yang berada di luar kuasa manusia, syariat memberikan keringanan.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, jika panitia zakat fitri menghadapi kesulitan tak terelakkan, seperti keterbatasan waktu atau logistik, sehingga penyaluran baru dilakukan setelah salat Id, zakat fitri yang telah diserahkan sebelum salat tetap dianggap sah.
Tanggung jawab muzakki (pemberi zakat) selesai saat ia menyerahkan kewajibannya kepada panitia. Keterlambatan distribusi menjadi urusan teknis yang tidak membatalkan keabsahan ibadah, selama niat dan penyerahan telah sesuai waktu yang ditentukan.
Meski demikian, situasi ini mengingatkan kita akan pentingnya perencanaan. Keterlambatan distribusi sering terjadi karena zakat fitri baru dikumpulkan menjelang detik-detik akhir Ramadan. Padahal, Rasulullah memberi contoh bahwa zakat bisa dimajukan untuk kemudahan umat.
Oleh karena itu, ada baiknya umat Islam menyegerakan pembayaran zakat fitri, tak perlu menunggu malam takbiran.
Dengan begitu, panitia memiliki waktu cukup untuk mengatur penyaluran, memastikan zakat sampai ke tangan yang berhak sebelum salat Id dimulai.
Menyegerakan zakat fitri bukan hanya memudahkan panitia, tetapi juga memastikan orang miskin dapat menikmati hari raya tanpa kekurangan. Bukankah inti zakat fitri adalah menyucikan diri sekaligus membahagiakan sesama? (*)
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fikih Zakat Kontemporer.