UM Surabaya

Beginilah ciri seorang yang beriman sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ » . فَقَالَ بِهِ هَكَذَ

“Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia berada di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sebaliknya, orang yang durhaka melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, dia mengusirnya dengan tangannya begini, maka lalat itu terbang”. (HR. At-Tirmidzi, no. 2497)

Tetesan air mata, bukan karena terharu melihat atau mendengar kejadian menyedihkan atau terharu bahagia saja, namun air mata menetes mengingat apakah amal yang akan dibawa saat kematian menjeput atau kebajikan apa yang sudah dilakukan selama hidup.

Dari Haani’ Maula Ustman radhiallahu ‘anhu berkata:

كان عثمان إذا وقف على قبر ؛ بكى حتى يبل لحيته ! فقيل له : تذكر الجنة والنار فلا تبكي ، وتبكي من هذا ؟! فقال إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ” إن القبر أول منزل من منازل الآخرة ، فإن نجا منه ، فما بعده أيسر منه ، وإن لم ينج منه ؛ فما بعده أشد منه

“Sayyiduna Utsman bin Affan ra jika berada di suatu kuburan, ia menangis sampai membasahi janggutnya. Dikatakan kepadanya, “disebutkan surga dan neraka engkau tidak menangis, tetapi engkau menangis karena ini?”.

Beliau berkata, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya kubur adalah tempat persinggahan pertama dari beberapa persinggahan di akhirat, jika ia selamat maka ia dimudahkan, jika tidak selamat maka tidaklah datang setelahnya kecuali lebih berat.” ( HR. At-Tirmidzi no. 2308)

Suatu hari, menjelang ajalnya tiba, menetes deras air mata Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Beliau saat itu sedang sakit. Maka ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis ?.” Beliau menjawab, “Aku menangis bukan gara-gara dunia kalian yang akan kutinggalkan ini”.

“Aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi sore nanti aku harus mendaki jalan ke Surga atau Neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”

Sungguh, ketika kita menonton sinetron bersambung yang bercerita tentang kesedihan, kita mudah meneteskan air mata karena terharu, padahal itu cerita fiktif.

Sementara saat ayat Alquran dibaca tentang azab Allah yang ditimpakan pada manusia karena durhaka di dalam neraka, hati kita tidak bergetar, seperti tak merasa berdosa, hal itu tidak menjadi i’tibar, di manakah kesungguhan iman kita? (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini