UM Surabaya

Para ulama klasik mengatakan bahwa perilaku homoseksual itu sama dengan perzinahan sehingga hukumannya sama dengan pelaku zina. Zina sendiri dikategorikan sebagai kabair (dosa besar) dalam Islam dan masuk kategori hudud, perbuatan yang langsung ditentukan hukumannya dalam nash.

Pembenaran secara konseptual kepada LGBT sama saja dengan membenarkan larangan agama, yang dalam kitab klasik, seperti Sullamut Taufiq, dipandang bisa menjadi pembatal keislaman.

Maka bisa ditebak, pendukung LGBT umumnya berasal dari kalangan yang kurang peduli dengan pembelaan terhadap agama. Dalam hadis Rasul dikatakan: “Jiwa manusia laiknya tentara yang selalu mencari regu pasukannya.”

Orang yang masih komitmen dengan nilai agama, tentu akan mengafiliasikan diri sebagai pembelanya, meskipun ia bukan pemeluk agama yang sempurna. Sebaliknya, orang yang lebih prihatin nafsu menyimpang diperingatkan, akan dengan semangat membelanya.

Semua kembali pada diri dan hati nurani masing-masing. Orang yang ingat hadis Nabi: “Tidaklah seseorang pezina yang melakukan perzinaan itu dalam kondisi beriman!”

Meski dia Islam, tetapi saat melakukan atau membenarkan perzinahan maka saat itu variabel takut kepada Tuhan atau komitmen pada iman sedang absen dari dirinya, meski pada saat lain ia sadar.

Dalam agama itu disebut nafsu lawwamah, yang sesekali mencela maksiat, tapi di saat lain melakukan atau mendukungnya. Kontradiksi dalam alam pikir akan membawa split dalam kesadaran dan akan membawa akibat dua: menjauh dari hidayah atau terus bergulat dalam kerancuan pikiran dan keterbelahan hati.

Sulit bagi pembela LGBT, kalau ia memahami apa yang dibelanya, untuk pada saat yang sama tunduk hati pada Tuhan, kecuali ia membujuk Tuhan dengan menyebut-Nya Maha Pengasih, untuk membenarkan penentangannya terhadap larangan Tuhan. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini