Memahami Makna Islam Rahmatan lil Alamin

Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata kepada Allah, agama semua nabi-nabi, agama yang sesuai fitrah manusia, agama yang menjadi petunjuk bagi manusia, agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama, agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam.

Islam satu-satunya agama yang diridai Allah dan agama yang sempurna.
Agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam.

Dalam dokumen Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) mendasarkan dengan dalil:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ ١٠٧

Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiya/21: 107).

Dhamir كَ artinya engkau, anda atau kamu. Dalam Ilmu Nahwu disebut khithab atau mukhatab, ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw.

Karena pribadi beliau itu panutan atau uswah bagi umatnya, maka berlaku juga bagi semua umatnya, termasuk kita.

Yang seperti itu berlaku dalam semua perintah maupun larangan Allah Swt, kecuali yang dikhususkan untuk Nabi SAW.

Definisi Rahmat

Rahmat dalam bahasa Arab berasal dari kata rahima-yarhamu. Yaitu, sikap dan perbuatan yang menyenangkan orang lain.

Allah bersifat rahman dan rahim, karena apa yang dilakukan Allah untuk alam semesta ini, menyenangkan semua makhluk-Nya.

Rahmat Allah, dalam hadis Qudsi diterangkan, kalau ada seorang ibu yang kehilangan anaknya, lalu menemukannya kembali, kemudian dipeluknya anak itu dengan penuh kesayangan, maka Allah jauh lebih sayang dari seorang ibu ini.

Diriwayatkan:

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنْ السَّبْيِ قَدْ تَحْلُبُ ثَدْيَهَا تَسْقِي إِذَا وَجَدَتْ صَبِيًّا فِي السَّبْيِ أَخَذَتْهُ فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا وَأَرْضَعَتْهُ فَقَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتُرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ قُلْنَا لَا وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لَا تَطْرَحَهُ فَقَالَ لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا (رواه البخارى )

Artinya: “Umar bin Khathab r.a. menceritakan, seorang tawanan perang (budak) menghadap Nabi Saw, ternyata budak itu seorang perempuan, secara tiba-tiba memerah payudaranya dan memberikan air susunya kepada bayi yang ikut tertawan, si bayi itu diambil lalu didekapnya dan disusui.

Lalu Nabi Saw berkata kepada kami: Tegakah wanita ini untuk melempar anaknya ke dalam api? Kami menjawab: Tidak, selama dia mampu untuk tidak melemparkan anaknya itu ke dalam api. Maka beliau SAW menjawab: Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada kesayangan si ibu ini kepada anaknya.” (HR Bukhari).

Dalam ayat ini, Allah menjelaskan diutusnya Nabi Muhammad Saw itu sebagai rahmat, maka pengertiannya:

1. Ajaran yang dibawanya, dalam hal ini al-Islam, adalah membawa kesenangan.

2. Sikap dan perilaku pemeluk Islam selalu menyenangkan.

Ibnu Qayim al-Jauziyah mengatakan: Bahwa seluruh perbuatan yang mencerminkan kerahmatan adalah diakui oleh Islam, sehingga perbuatan itu islami.

Setiap muslim dianjurkan untuk berbuat apa saja yang bernilai rahmah.
Dalam hal kerahmatan ini banyak sekali hadis yang menyerukannya, antara lain:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن عَمْرٍو، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:”الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ اللَّهُ، ارْحَمْ مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكَ مَنْ فِي السَّمَاءِ (رواه الطبرنى والحاكم فى المستدرك )

Artinya: “Abdullah bin Amr meriwayatkan, katanya: Rasulullah Saw bersabda: Orang-orang yang berkasih sayang akan disayangi Allah, oleh karena itu sayangilah orang-orang yang ada di bumi ini, maka kamu akan disayangi oleh yang di langit.” (HR Thabrani dan Hakim).

Islam mengatur dalam hal-hal yang kecil, yang mungkin dianggap remeh, namun sejatinya bentuk rahmat. Kita ambil contoh;

1. Berdebat soal agama manakah yang lebih baik. (QS. An-Nisa’/5: 123-124)

لَّيۡسَ بِأَمَانِيِّكُمۡ وَلَآ أَمَانِيِّ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِۗ مَن يَعۡمَلۡ سُوٓءٗا يُجۡزَ بِهِۦ وَلَا يَجِدۡ لَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيّٗا وَلَا نَصِيرٗا ١٢٣ وَمَن يَعۡمَلۡ مِنَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ يَدۡخُلُونَ ٱلۡجَنَّةَ وَلَا يُظۡلَمُونَ نَقِيرٗا ١٢٤

2. Tanaman memiliki potensi memberikan pahala bagi pemiliknya

دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أُمِّ مَعْبَدٍ حَائِطًا فَقَالَ يَا أُمَّ مَعْبَدٍ مَنْ غَرَسَ هَذَا النَّخْلَ أَمُسْلِمٌ أَمْ كَافِرٌ فَقَالَتْ بَلْ مُسْلِمٌ قَالَ فَلَا يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلَا دَابَّةٌ وَلَا طَيْرٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menemui Ummu Ma’bad di kebun, lalu beliau bersabda: “Wahai Ummu Ma’bad, siapakah yang menanam pohon kurma ini? Apakah dia seorang muslim ataukah kafir?” Ummu Ma’bad menjawab, “Seorang muslim.”

Lantas beliau bersabda: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, lalu tanaman tersebut dimakan oleh manusia atau binatang melata atau burung kecuali hal itu bernilai sedekah baginya pada hari Kiamat.” (HR. Muslim no. 2903)

Kesimpulan

Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dalam bab Pandangan Hidup, menjelaskan:

1. Seluruh sikap warga Muhammadiyah dapat mencerminkan kerahmatan/ keramahan.

2. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar, hendaknya dakwahnya itu santun dan dapat diterima seluruh lapisan masyarakat, kendati yang menjadi sasaran dakwah itu tetap dalam kekufuran.

3. Muhammadiyah sebagai organisasi, hendaknya seluruh amal usahanya penuh dengan kerahmatan. (*)

Penulis: AFIFUN NIDLOM S.Ag., M.Pd, wakil sekretaris Majelis Tabligh Muhammadiyah Jawa Timur

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini