*) Oleh: Agus Yuliawan,
Direktur Eksekutif Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah
Melewati tahun 2023 Gerakan Microfinance Muhammadiyah (GMM) melalui Jaringan Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) mengalami tantangan yang sangat berat.
Hal itu tak lepas dari masa pemulihan atau recovery covid-19 di tahun 2021, yang berdampak kepada penurunan usaha  para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang merupakan anggota BTM.
Bahkan, sepanjang tahun 2022 target pencapaian pendapatan dan keuntungan mengalami penurunan target yang diproyeksikan semula.
Hal ini yang membuat sepanjang 2023 pengembangan microfinance di Muhammadiyah mengalami konsolidasi dalam mengembangkan bisnisnya sambil beradaptasi dengan dinamika yang berubah.
Meskipun demikian perkembangan microfinance di Tanah Air sepanjang 2023 mendapatkan penguatan dari pertumbuhan ekonomi yang tetap kuat di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian global.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2023 tetap tumbuh kuat sebesar 4,94 persen (yoy), meskipun sedikit melambat dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 5,17 persen (yoy).
Ke depan pertumbuhan ekonomi akan didukung oleh permintaan domestik, baik konsumsi swasta dan Pemerintah, maupun investasi. Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2023 tetap pada kisaran 4,5-5,3 persen.
Pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 tersebut menjadi pijakan bagi para pelaku bisnis begitu juga pelaku microfinance Muhammadiyah  untuk menatap tahun 2024 untuk terus berevolusi dan berinovasi dalam menatap peluang-peluang bisnis di tahun depan.
Dengan kemajuan teknologi, perluasan layanan, peningkatan fokus pada dampak sosial dan keberlanjutan, serta lanskap peraturan yang terus berkembang.
Secara lanskap peraturan sepanjang tahun 2023 terjadi dinamika regulasi dalam penguatan  microfinance baik dalam bentuk Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS).
Apalagi dampak dari 8 koperasi yang bermasalah membuat geram regulator untuk mengatasi masalah tersebut. Sehingga pada 12 Januari 2023 terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) sebagai langkah reformasi sektor keuangan, khususnya dalam mempertajam literasi, inklusi, dan perlindungan konsumen.
Dampak dari regulasi tersebut membuat microfinance koperasi simpan pinjam (KSP) / Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) untuk melakukan self declare merujuk pada Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2023 Kementerian Koperasi dan UKM. Penilaian self declare itu untuk mengidentifikasi usaha simpan pinjamnya bersifat tertutup (close loop) atau terbuka (open loop).
Sebagaimana dalam penguatan kepastian dan perlindungan hukum praktek KSP /KSPPS dengan adanya UU P2SK, terbitlah Permenkop Nomor 8 Tahun 2023 yang memberikan kerangka hukum yang mengatur usaha simpan pinjam oleh koperasi, termasuk persyaratan modal, jaringan pelayanan, layanan keuangan digital, skala usaha, dan permodalan.