UM Surabaya

Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dan perlindungan bagi koperasi dalam menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam serta menjaga kesehatan keuangan koperasi dan kepentingan anggota.

Hal yang sama pada regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam implementasi UU Nomor 4 Tahun 2023 dengan menerbitkannya RPOJK (Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) Koperasi di sektor jasa keuangan sebagai upaya regulasi dalam menjelaskan perubahan dari koperasi closed loop menjadi koperasi open loop yang disebut koperasi di sektor jasa keuangan.

Sekaligus meningkatkan upaya dalam kompetensi dan profesionalisme dalam mengelola koperasi serta perlindungan kepada konsumen.

Terbitnya regulasi – regulasi baru dalam pengembangan microfinance tersebut dinilai oleh BTM tak menjadi masalah. Terutama menyikapi adanya Permenkop Nomor 8 Tahun 2023, sebab bagi BTM berbentuk KSPPS sejak awal fokus dalam pengembangan berbisnis (tamwil) dalam melayani para anggota baik pembiayaan dan penempatan dana.

Maka dari itu, menghadirkan lembaga keuangan mikro syariah yang sehat, kuat dan menguntungkan dalam bentuk BTM merupakan potret esensi didirikannya BTM (Ahmad Sakhowi).

Sehingga pengelolaan BTM sama dengan mengelola lembaga keuangan lainya yang memiliki orientasi pada manajemen keuangan yang sehat, penguatan pada mitigasi risiko dan selalu memegang prinsip prudent (kehati – hatian).

Selain itu sebagai LKMS unik yang hidup dalam ekosistem Muhammadiyah mendorong terbentuknya LKMS yang mandiri dan mengedepankan closed loop economy.

Untuk itu, BTM memiliki arsitektur microfinance yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, yaitu pertama BTM Primer, yaitu koperasi syariah yang didirikan di tiap-tiap daerah atau Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), yang berfungsi dalam melayani intermediasi kepada para anggota.

Kedua, Pusat BTM, yaitu koperasi sekunder syariah yang didirikan di tingkat wilayah/provinsi atau Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) yang berfungsi sebagai APEX–Syariah yang berperan dalam hal likuiditas pendanaan bagi BTM Primer, supervisi dan pengawasan, regulasi, pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dan membangun standarisasi teknologi IT.

Melalui Pusat– Pusat BTM yang tersebar di wilayah maka pengawasan BTM Primer terjadi double pengawasan yaitu pengawas internal di BTM Primer dan pengawas eksternal di Pusat BTM.

Ketiga Induk BTM, koperasi sekunder syariah nasional yang didirikan di tingkat pusat yaitu di Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang berfungsi sebagai koordinasi BTM nasional, regulasi dan membangun jaringan (networking).

Melalui arsitektur microfinance BTM inilah BTM membuat tata kelola sebuah koperasi syariah yang mengedepankan kemandirian dan profesionalisme dalam mengembangkan bisnis.

Begitu juga menyikapi dengan adanya RPOJK koperasi di sektor jasa keuangan bagi BTM tidak memiliki rasa alergi sama sekali dengan adanya koperasi di sektor jasa keuangan yang kedepannya di bawah OJK.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini