UM Surabaya

Hal ini tak lepas dari realitas adanya 5 BTM – LKMS yang telah beroperasi dinilai sangat bagus dalam menjalankan peran dan fungsinya.

Selama BTM-LKMS dibawah pengawasan OJK tak ada kendala yang dirasakan sangat berat yang selama ini banyak dipahami oleh koperasi syariah yang masih menganggap xenophobia terhadap pengawasan di bawah OJK.

Bahkan, dengan adanya OJK membantu penguatan bagi BTM – LKMS  dari sisi pendampingan dan pengawasan sebagai sebuah microfinance yang sehat dan kompetitif.

Walaupun demikian terbitnya RPOJK koperasi di sektor jasa keuangan tetap bagi BTM memberikan masukkan kepada OJK, pertama, usul diperbolehkannya bagi koperasi di sektor jasa keuangan untuk melakukan penggabungan atau peleburan dengan koperasi di sektor jasa keuangan lain yang berbeda dalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda.

Kedua, diperkenankan bagi koperasi sektor jasa keuangan untuk menempatkan dana dalam bentuk simpanan pada koperasi sekunder paling tinggi sebesar 20 persen dari simpanan pokok, wajib, hibah, cadangan modal, tabungan dan simpanan berjangka.

Ketiga, pengurus pengelola koperasi di sektor jasa keuangan berhak untuk mengangkat karyawan sebagai manajemen dalam menjalankan tata kelola sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dan manajemen kinerja.

Ancaman Tahun 2024 

Meski secara regulasi dan kelembagaan internal BTM dirasakan kuat dan mandiri, begitu juga regulasi eksternal dari pemerintah terhadap KSPPS dan LKMS terus berbenah akan tetapi tahun 2024 menjadi tahun perhatian (warning) bagi microfinance Muhammadiyah.

Pasalnya sepanjang tahun 2023 di beberapa tempat  terjadi  KSPPS yang mengalami “distrust”, krisis likuiditas dan kolaps jika fenomena itu tidak ditangani dengan bijak dan hati-hati akan merembet kepada KSPPS atau microfinance yang lain.

Maka dari itu BTM sebagai salah satu entitas microfinance harus selalu waspada menghadapi fenomena tersebut.

Apalagi pada semester I 2024 dihadapkan dengan bulan suci Ramadan 2024 dan jelang tahun ajaran baru, maka manajemen penguatan likuiditas harus menjadi perhatian tersendiri dalam pengelolaan BTM.

Mengatasi kondisi tersebut Induk BTM terus mendorong kepada BTM – BTM Primer dalam penguatan likuiditas dan mengedepankan tingkat kesehatan manajemen keuangan BTM.

Nilai positif di situasi ini, sebagai momentum untuk mengaktifkan kembali peran dan fungsi Pusat BTM di berbagai wilayah–wilayah.

Dengan adanya Pusat BTM maka memiliki peran strategis bagi BTM Primer dalam mengatasi  masalah likuiditas dan sekaligus pengawasan, pendampingan dan pembinaan.

Selain warning tentang pentingnya penguatan likuiditas bagi BTM, pertumbuhan ekonomi 2024 yang diproyeksikan mengalami perlambatan juga menjadi perhatian bagi BTM.

Terlebih pemerintah memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,2% pada 2024 dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian global dan domestik.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini